Beberapa Manfaat Due Dilligence Saat Berinvestasi Pertambangan
Berita

Beberapa Manfaat Due Dilligence Saat Berinvestasi Pertambangan

Due dilligence dilakukan setidaknya untuk meminimalisasir persoalan yang timbul pascapembelian perusahaan target.

Oleh:
HRS
Bacaan 2 Menit
Johannes C. Sahetapy-Engel (Kanna) saat menjadi pembicara di acara diskusi yang diadakan AAI Jakarta, Kamis (17/7). Foto: RES.
Johannes C. Sahetapy-Engel (Kanna) saat menjadi pembicara di acara diskusi yang diadakan AAI Jakarta, Kamis (17/7). Foto: RES.
Banyak cara yang dilakukan untuk mengembangkan perusahaan, salah satunya adalah dengan mengakuisisi atau merger dengan perusahaan lain. Namun, sebelum membeli atau bergabung dengan sebuah perusahaan, seorang investor wajib mengetahui tentang kesehatan dan kondisi perusahaan target. Apalagi perusahaan yang ingin dituju adalah perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan.

Partner kantor hukum AKSET, Johannes C Sahetapy-Engel mengatakan setidaknya ada beberapa alasan mengapa perlu dilakukan uji tuntas hukum (due dilligence) ketika hendak berinvestasi. Pertama, memahami kegiatan usaha perusahaan target beserta dengan perizinan-perizinannya apakah telah sesuai dengan hukum yang berlaku atau tidak; Kedua, untuk membantu menentukan nilai dari perusahaan target.

Ketiga,untuk mengidentifikasi permasalahan hukum perusahaan target. Ini penting untuk mengetahui tanggung jawab apa yang akan timbul dan diemban klien di kemudian hari ketika kita telah membeli perusahaan target. Tujuan berikutnya adalah untuk menentukan struktur transaksi yang tepat sesuai dengan kebutuhan klien.
Kelima,untuk menentukan dokumen-dokumen transaksi proyek;

Keenam, menentukan persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk dipenuhi para pihak dalam dokumen transaksi. Johannes mengatakan seorang lawyer yang baik akan memeriksa dokumen-dokumen transaksi tersebut dengan teliti, khususnya mengenai status clean and clear perusahaan tambang.

Perusahaan target bisa saja mengatakan perusahaannya telah menyandang status clean and clear, bebas dan bersih dari permasalahan-permasalahan seperti tumpang tindih, bebas dari klaim masyarakat. Ternyata, status clean and clear yang dimaksud perusahaan target baru sebatas surat permohonan untuk memperoleh status itu.

Setelah mengetahui tujuan uji tuntas hukum perusahaan target, perlu diketahui pula hal pertama yang dilakukan untuk melakukan uji tuntas hukum. Senior Associate kantor hukum AKSET, Ali Suryadharma mengatakan jika hendak melakukan due dilligence, hal pertama yang dilakukan adalah melihat informasi korporasi umum.

“Tujuannya adalah untuk melihat counterpart kita itu punya kapasitas atau tidak sebagai penjual atau rekan kerja,” jelas Ali saat buka puasa bersama DPC AAI Jakpus di Jakarta, Kamis malam (17/7).

Ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan saat melihat informasi korporasi umum ini, di antaranya adalah melihat akta pendirian dan anggaran dasar beserta perubahannya atau dokumen yang setara dan akta-akta tersebut telah mendapat persetujuan atau penerimaan pemberitahuan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Saat memeriksa informasi korporasi tersebut, perlu dicek pula mengenai ada atau tidak perjanjian joint venture atau perjanjian pemegang saham; komposisi pemegang saham beserta kronologis dan persetujuan dari pejabat penerbit IUP Operasi Produksi atau IUP Operasi Produksi Khusus Pengolahan/Pemurnian, dan periksa pula sertifikat saham/ sertifikat kolektif saham dan Daftar Pemegang Saham, atau dokumen setara yang membuktikan kepemilikan saham oleh pemegang saham dalam perusahaan. 

Tujuan pemeriksaan mengenai saham-saham tersebut, sambung Ali, adalah untuk mengetahui siapa saja orang-orang yang bergabung dalam perusahaan target. Terkadang, setelah klien mengakuisisi 70% saham, ternyata sisa saham yang dimiliki perusahaan target telah pula dijanjikan dijual ke pihak lain dan memiliki pula hak suara mayoritas.

Terkait dengan sertifikat saham atau sertifikat kolektif saham, tujuannya adalah untuk mengetahui siapa saja para pemegang saham yang sah di perusahaan tersebut. Terkadang, kata Ali, perusahaan pertambangan tersebut tidak memiliki daftar pemegang saham.

“Biasanya banyak dimiliki oleh haji-haji dan banyak yang nggak punya (sertifikat saham, red). Kalau tidak ada, kita lihat di Laporan Keuangan atau lihat di akta pendirian. Kalau tetap tidak ada, suruh buat surat pernyataan tentang kepemilikan saham itu,” lanjut Ali lagi.

Informasi korporasi umum lainnya yang harus digali konsultan hukum pertambangan saat due dilligence adalah memeriksa berita acara rapat umum pemegang saham mengenai penunjukan direksi dan dewan komisaris yang sedang menjabat; berita acara rapat direksi dan dewan komisaris termasuk keputusan direksi dan dewan komisaris yang diambil di luar rapat sejak tanggal pendirian; laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit untuk lima tahun terakhir, serta rincian informasi anak perusahaan atau afiliasi dari perusahaan.

“Tujuan memeriksa informasi tentang anak perusahaan atau afiliasi dari perusahaan target adalah untuk menentukan mana-mana saja aset yang penting dan aset yang mau diambil,” pungkas Ali.

Setelah mengetahui informasi korporasi secara umum, langkah selanjutnya adalah memeriksa perizinan umum korporasi, perizinan operasi pertambangan (IUP OP), perizinan ekspor impor, dan dokumentasi lingkungan. Untuk perizinan umum korporasi, ada tujuh macam perizinan yang harus diperhatikan lawyer, yaitu Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PPKP), Tanda Daftar Perusahaan (TDP), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) untuk perusahaan lokal sedangkan untuk Perusahaan Modal Asing (PMA) atau Perusahaan Modal Dalam Negeri (PMDN) lihat izin Badan Koordinasi Pasar Modal (BKPM), Surat Izin Gangguan, dan SKDP.

Dari tujuh izin tersebut, hal yang menarik perhatian Ali adalah izin BKPM. Berdasarkan pengamatannya, ketika perusahaan asing dibeli oleh asing pula, izinnya sangat mudah. Namun, tidak demikian ketika perusahaan lokal dibeli oleh asing. Prosedurnya sangat rumit. Perlu persetujuan dari kementerian-kementerian terkait.

Untuk perizinan operasi pertambangan, perlu diperhatikan izin lokasi dan izin mendirikan bangunan; izin lingkungan, AMDAL, dan izin limbah; izin-izin BKPM; izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan; Izin penggunaan dan penyimpanan bahan peledak; izin impor mesin dan izin infrastruktur lainnya, dan izin ketenagakerjaan.

Terkait  IUP OP ini, Ali menegaskan berkali-kali agar para lawyer harus benar-benar teliti dalam memeriksa izin-izin tersebut. Pasalnya, banyak pejabat daerah dengan kekuasaannya menerbitkan IUP bodong. “Para pejabat daerah dengan kekuasaannya banyak yang terbitkan IUP bodong,” lanjutnya.

Untuk uji tuntas hukum perusahaan pemegang IUP OP ini, langkah selanjutnya adalah mengonfirmasi apakah perusahaan dan pemegang saham tidak terlibat dalam suatu perkara di badan peradilan. Konfirmasi ini dapat dilakukan di semua pengadilan, baik pengadilan negeri, tata usaha negara, pengadilan pajak, niaga, hubungan industrial, dan BANI.

Hal penting lainnya yang perlu dilakukan adalah verifikasi izin usaha dan Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Untuk memutuskan maju atau tidak melakukan akuisisi terhadap perusahaan target ini, perlu verifikasi hal tersebut. Upaya pertama dalam memverifikasi izin usaha dan WIUP adalah meminta koordinasi wilayah tambang. Ali mengatakan sangat penting mendapatkan koordinat wilayah guna mendapatkan seluruh informasi.

“Minta koordinat wilayah tambangnya. Sedikit infomrmasi bisa berkembang menjadi sesuatu yang besar,” lanjutnya.

Setelah meminta koordinat, konfirmasi peta wilayah tambang dengan Direktorat Jenderal Mineral dan Batubara dan Badan Plaonologi. Tujuannya adalah untuk melihat ada tidaknya tumpang tindih fungsi di wilayah pertambangan. Cek pula status clean and clear dan penerbitan sertifikatnya dan pemenuhan kewajiban atas penjualan dalam negeri.

“Juga lihat kewajiban perpajakannya dan komitmen pembangunan smelter,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait