Perlu Due Dilligence untuk Write Off Kredit UKM
Berita

Perlu Due Dilligence untuk Write Off Kredit UKM

Niat baik memang tidak selalu bisa diterima dengan baik pula. Demikian pula halnya dengan rencana pemerintah untuk melakukan penghapusbukuan (write off) bagi kredit Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Rencana tersebut dicurigai ada udang di balik batu. Namun, tidak urung banyak pihak yang mendukung rencana itu dengan berbagai persyaratan.

Oleh:
Ari/APr
Bacaan 2 Menit
Perlu <i>Due Dilligence</i> untuk <i>Write Off</i> Kredit UKM
Hukumonline

Dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR-RI pekan lalu, Menteri Negara BUMN, Laksamana Sukardi mengungkapkan rencana pemerintah utnuk melakukan penghapusbukuan (write off) atas kredit UKM. Jumlah kredit yang akan dihapusbukukan sendiri belum ditetapkan apakah Rp10 juta ke bawah atau Rp100 juta kebawah.

Untuk mematangkan rencana tersebut, pemerintah telah melakukan penelusuran tentang kredit UKM. Dan ternyata dari penelusuran tersebut, diketahui bahwa kredit UKM tidak hanya ada di Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), tetapi juga di bank-bank lain. Bahkan, ada yang dalam bentuk Kredit Usaha Tani (KUT) dan dalam bentuk portofolio Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).

Penghapusbukuan kredit UKM tentunya tidak akan dilakukan secara "pukul rata", tapi ada kriteria-kriteria kredit yang bisa di write off. Kriteria tersebut adalah, pertama, dilihat dari jenis kreditnya. Jenis kredit yang dapat di write off bukanlah jenis kredit konsumtif. Seperti pada kemudahan kredit yang diberikan untuk membangun rumah mewah atau untuk membeli mobil mewah, tetapi kredit yang digunakan untuk membangun Rumah Sangat Sederhana (RSS) serta semua kredit usaha dan kredit modal kerja.

Kriteria kedua, harus dibuat kriteria penyebab kemacetan kredit. Yaitu, kredit yang macet yang diakibatkan oleh krisis ekonomi. Sehingga, ada cut of date-nya, bukan kredit yang baru diberikan setelah krisis ekonomi yang diberikan penghapusbukuan.

Ketiga, harus mempertimbangkan terjadinya moral hazard. Karena bukan tidak mungkin niat untuk melakukan write off atas kredit UKM ini dijadikan bulan-bulanan oleh para debitur. Karena mereka (debitur) merasakan akan dilakukan suatu penyelesaian yang sangat lunak, sehingga debitur akhirnya hanya menunggu atau berpikir untuk lebih baik tidak bayar kredit tersebut. Hal ini akan menyebabkan perbankan menjadi tidak efektif.

Due dilligence

Menanggapi usul rencana pemerintah tersebut, praktisi Perbankan, I Nyoman Moena di sela sebuah acara diskusi di Jakarta (14/2)  mendukung rencana tersebut. Walaupun, dirinya tidak menyangkal kemungkinan adanya "penyelundup kredit". Yaitu, para debitur yang meminta kreditnya dihapusbukukan dengan berbagai alasan.

Untuk itu perlu ada suatu mekanisme yang ketat. Dan mekanisme yang paling mungkin dilakukan saat ini adalah mekanisme due dilligence (uji tuntas) terhadap kedit-kredit UKM yang akan dihapusbukukan. "Mekanisme yang paling ketat sekarang ini adalah due dilligence, selain itu belum ada," ungkap I Nyoman Moena.

Halaman Selanjutnya:
Tags: