Begini Mekanisme Penetapan Krisis dan Darurat Energi
Berita

Begini Mekanisme Penetapan Krisis dan Darurat Energi

Jika krisis atau darurat energi berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan oleh Menteri ESDM, tapi jika krisis dan darurat energi karena kondisi nasional ditetapkan oleh Presiden.

Oleh:
RED
Bacaan 2 Menit
Presiden Jokowi. Foto: RES
Presiden Jokowi. Foto: RES
Pada awal Mei lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 41 Tahun 2016 tentang Tata Cara Penetapan dan Penanggulangan Krisis Energi dan atau Darurat Energi. Perpres ini merupakan pelaksanaan dari Pasal 12 ayat (2) huruf c UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi.

Sebagaimana dilansir dari laman resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (2/5), tujuan terbitnya Perpres dalam rangka menjamin ketahanan energi dan untuk menetapkan langkah-langkah darurat penanggulangan krisisi energi dan darurat eenrgi yang dilaksanakan oleh Dewan Energi Nasional (DEN). Penetapan dan penanggulangan krisis dan darurat energi dilakukan terhadap jenis energi yang digunakan untuk kepentingan publik sebagai pengguna akhir secara nasional.

Beberapa jenis energi tersebut antara lain, Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan untuk segala macam keperluan. Tenaga listrik yang digunakan untuk segala macam keperluan. LPG yang digunakan sebagai bahan keperluan industri, komersial dan rumah tangga. Serta, gas bumi yang digunakan sebagai bahan bakar keperluan gas kota dan transportasi.

Dalam Perpres disebutkan, krisis dan atau darurat energi ditetapkan berdasarkan kondisi teknis operasional dan kondisi nasional. Untuk kondisi teknis operasional, penetapan krisis energi mempertimbangkan cadangan operasional minimm BBM pada wilayah distribusi niaga,cadangan operasional minimum dan daya mampu tenaga listrik pada sistem setempat, cadangan operasional minimum LPG pada wilayah distribusi dan kebutuhan minimum pelanggan gas bumi pada wilayah distribusi setempat.

“Krisis energi ditetapkan apabila pemenuhan cadangan operasional minimum atau kebutuhan minimum diperkirakan tidak terpenuhi dan tidak tertanggulangi oleh badan usaha,” bunyi Pasal 4 ayat (2) Perpres ini.

Sedangkan penetapan darurat energi berdasarkan kondisi teknis operasional ditetapkan dengan mempertimbangkan tingkat kesulitan dan lamanya waktu penanganan gangguan oleh badan usaha. “Darurat energi ditetapkan apabila gangguan pada sarana dan prasarana tidak dapat dipulihkan oleh badan usaha,” bunyi Pasal 5 ayat (2) Perpres tersebut.

Untuk krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan kondisi nasional, ditetapkan jika mengakibatkantiga hal. Yakni, terganggungnya fungsi pemerintahan, terganggunya kehidupan sosial dan masyarakat serta terganggunya kegiatan perekonomian.

Dalam Perpres disebutkan bahwa gubernur atau badan usaha berdasarkan hasil pemantauan dan ketersediaan energi masyarakat dapat mengusulkan penetapan krisis atau darurat energi kepada Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM). Selain itu, gubernur juga dapat mengoordinasikan usulan penetapan krisisatau daruratenergi yang diusulkan oleh bupati/walikota, dengan dilengkapi laporan ketersediaan dan kebutuhan energi masyarakat setempat.

Selanjutnya, menteri selaku Ketua Harian DEN mengadakan sidang anggota paling lambat 14 hari sejak diterimanya usulan sebagaimana dimaksud. “Dalam hal sidang anggota sebagaimana dimaksud memutuskan krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan kondisi teknis operasional, menteri menetapkan krisis energi dan/atau darurat energi dengan keputusan menteri,”demikianbunyi Pasal 10 ayat (3) Perpres ini.

Sedangkan jika sidang anggota merekomendasikan krisis energi dan/atau darurat energi berdasarkan kondisi nasional, Menteri ESDM mengusulkan kepada Presiden untuk menetapkan krisis atau darurat energi tersebut dengan Keputusan Presiden. Selain memutuskan dan merekomendasikan, sidang anggota juga merekomendasikan langkah-langkah penanggulangan krisis atau darurat energi tersebut kepada menteri dan presiden.

Langkah-langkah penanggulangan krisis atau darurat energi berdasarkan kondisi teknis operasional sebagaimana dimaksud ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri selaku Ketua Harian DEN. Sedangkan langkah-langkah penanggulangan krisis atau darurat energi berdasarkan kondisi nasional  ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Presiden selaku Ketua DEN.

Meski DEN memiliki peran dalam penetapan dan penanggulangan krisis atau darurat energi, dalam Perpres ini juga disebutkan bahwa badan usaha dan masyarakat turut wajib dalam menanggulangi terjadinya krisis atau darurat energi. Kewajiban badan usaha tersebut meliputi, menyediakan anggaran yang diperlukan untuk membiayai penanggulangan krisis atau darurat energi yang terjadi akibat kegiatan usahanya dan memberikan dukungan pemanfaatan bersama fasilitas sarana dan prasarana yang dimiliki.

Perpres ini juga menegaskan, berakhirnya krisis atau darurat energi untuk kondisi teknis operasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri setelah mendapat rekomendasi DEN. Sedangkan berakhirnya krisis atau darurat energi untuk kondisi nasional ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

“Peraturan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” demikian bunyi Pasal 20 Perpresyang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly pada tanggal 10 Mei 2016 itu.
Tags:

Berita Terkait