Belum Optimal, Perlu Sinkronisasi terhadap Revisi UU Perlindungan Konsumen
Terbaru

Belum Optimal, Perlu Sinkronisasi terhadap Revisi UU Perlindungan Konsumen

Untuk memperkuat atau mengoptimalkan perlindungan konsumen di tengah pesatnya perkembangan transaksi digital. Karena Revisi UU Perlindungan Konsimen berhubungan dengan RUU Perlindungan Data Pribadi dan UU Jaminan Produk Halal.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Ilustrasi perlindungan konsumen di era digital. HGW
Ilustrasi perlindungan konsumen di era digital. HGW

Perkembangan era globalisasi dan teknologi serta perdagangan bebas berdampak besar terhadap melemahnya perlindungan terhadap konsumen. Meskipun sudah ada UU No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, namun saat ini dirasa belum optimal melindungi konsumen. Karena itu, diperlukan perubahan UU Perlindungan Konsumen agar bisa lebih melindungi konsumen termasuk data pribadi di tengah perkembangan teknologi digital yang semakin pesat.

Wakil Ketua Panitia Perancang Undang-undang (PPUU) Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Eni Sumarni menegaskan ditelisik dari aspek sosiologis, perkembangan masyarakat terkait teknologi digital serta pelaku usaha terus mengalami perkembangan. Perkembangan yang dilakukan secara elektronik tanpa batasan ruang dan waktu. Karena itu, UU 8/1999 perlu mengantisipasi perkembangan bisnis untuk 10 hingga 20 tahun ke depan dengan merujuk kegiatannya pada big data, artificial intelligent, dan connectivity.

“Perlunya pengaturan secara khusus lembaga yang berwenang untuk memberikan perlindungan konsumen,” ujar Eni Sumarni dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) dan Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) secara daring di Jakarta, Kamis (24/6/2021) kemarin. (Baca Juga: Ini Alasan Perlunya UU Perlindungan Konsumen Segera Direvisi)  

Bagi Erni, pentingnya memberi perlindungan konsumen terkait data pribadinya di tengah meningkatnya transaksi secara elektronik. Apalagi, DPR dan pemerintah masih melakukan pembahasan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perlindungan Data Pribadi. Dia berharap DPR dan pemerintah dapat segera merampungkan pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi untuk dapat disahkan menjadi UU. UU Perlindungan Data Pribadi pun menjadi bagian perlindungan terhadap konsumen, khususnya data pribadi.

“Ini agar penguatan dan penataan sistem kelembagaan perlindungan konsumen dapat terlaksana.”

Anggota DPD asal Provinsi Nusa Tenggara Barat Achmad Sukisman Azmy berlakunya menilai UU Perlindungan Konsumen saat ini seolah tak bermakna. Padahal, berlakunya UU 8/1999 sudah 22 tahun lamanya. Itu sebabnya perlu segera pembaharuan atau revisi terhadap UU Perlindungan Konsumen.

Sementara Ketua BPKN Rizal E Halim berpendapat, lembaga yang dipimpinnya telah menerima 6.300 pengaduan sejak periode 2017-17 Juni 2021. Sedangkan sejak periode 2005-2021 telah mengirimkan 211 rekomendasi kepada kementerian/lembaga, 165 rekomendasi belum mendapatkan tanggapan dari 42 kementerian/lembaga.

Dia menilai terdapat kendala dalam penerapan UU Perlindungan Konsumen di Indonesia yakni perlindungan konsumen belum menjadi prioritas dalam kebijakan perekonomian nasional. Tak hanya itu, mekanisme dan implementasi pengawasan terhadap peredaran barang atau jasa belum optimal. “Khususnya pada kualitas yang sesuai standar mutu yang telah ditetapkan,” imbuhnya.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait