Beragam Tantangan untuk Kapolri Baru
Utama

Beragam Tantangan untuk Kapolri Baru

Perlindungan dan penghormatan HAM, reformasi birokrasi dengan mengedepankan prinsip good governance dan independensi di tubuh Polri. Polri juga perlu mengantisipasi ancaman terhadap ideologi Pancasila, hingga mengatisipasi potensi maraknya politisasi SARA jelang Pilkada Serentak 2020.

Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

“Studi kebijakan Setara Institute tahun 2018 menunjukan regulasi teknis di lingkungan ASN tidak memadai menangani aparat yang ‘tidak setia’ pada Pancasila,” lanjutnya.

 

Halili mengingatkan ancaman terhadap Pancasila dan kebhinekaan itu nyata, Polri perlu mengambil peran yang tepat dalam menegakan hukum dan pencegahan sesuai peraturan yang berlaku. Pendekatan demokratis, sipil, dan nonkekerasan harus dikedepankan dalam menangani ancaman tersebut.

 

Ketiga, reformasi dan penguatan kapasitas internal kepolisian. Halili memaparkan data riset Setara Institute 12 tahun terakhir menunjukan kepolisian, salah satu aktor negara yang menonjol dalam pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB). “Kepolisian tercatat menjadi pelaku dalam 480 tindakan pelanggaran KBB,” kata Halili dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (7/11/2019).

 

Halili menilai dalam hal ini aparat kepolisian menunjukan anomali dan paradoks, karena kepolisian berfungsi sebagai aparatur negara dimana dalam HAM disebut sebagai pemangku kewajiban (duty bearer). Karena itu, aparat kepolisian seharusnya menjadi pelindung hak warga negara atas KBB, tapi faktanya kepolisian termasuk pelanggar aktual yang menonjol selain pemerintah daerah.

 

Dia berpendapat kepolisian harus berbenah pada ranah internal. Beberapa anggota kepolisian terpapar radikalisme, mulai dari Brigadir K di Jambi pada tahun 2018 hingga Bripda NOS yang dua kali ditangkap pada tahun 2019. Peristiwa ini mendesak Kapolri untuk melakukan audit tematik dalam jabatan atas petinggi dan anggotanya serta screening ideologis dalam rekrutmen di lingkungan internal kepolisian.

 

Keempat, penanganan politisasi SARA yang menguat dalam politik elektoral, baik di tingkat nasional maupun lokal. Halili menyebut pergelaran politik elektoral dalam beberapa waktu terakhir memberikan pelajaran penting mengenai kebutuhan penanganan politisasi dan diskriminasi berbasis SARA. Pilkada Serentak 2020 menjadi tantangan bagi Kapolri baru dalam penanganan politisasi SARA dimana 270 daerah akan melaksanakan Pilkada yang tersebar di 9 provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

 

“Pilkada 2020 merupakan salah satu ujian besar bagi kepemimpinan Kapolri baru dalam menangani ancaman politisasi dan diskriminasi berbasis SARA oleh para politisi serta kelompok-kelompok pendukung dan simpatisan mereka.”

Tags:

Berita Terkait