Beragam Upaya Pencegahan Politik Uang Saat Pilkada Serentak
Utama

Beragam Upaya Pencegahan Politik Uang Saat Pilkada Serentak

Dampak politik uang melecehkan kecerdasan pemilih, merusak tatanan demokrasi, meruntuhkan harkat dan martabat kemanusiaan. Selain itu. politik uang bentuk pembodohan rakyat, mematikan kaderasi politik, kepemimpinan tidak berkualitas.

Oleh:
Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Simulasi pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Foto: RES
Simulasi pemungutan suara dalam Pilkada Serentak 2020 dengan menerapkan protokol kesehatan Covid-19. Foto: RES

“Kami menyarankan agar masyarakat tidak memilih calon kepala daerah yang menawarkan janji, uang, sembako. Itu tidak pantas dipilih”. Ajakan itu disampaikan mantan Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah dalam sebuah webinar bertajuk Mencegah Korupsi Politik dalam Pilkada Serentak 2020”, Jumat (4/12/2020).

Dalam hitungan hari, pelaksanaan pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak di 270 daerah bakal digelar. Sesuai jadwal, tahapan pilkada telah memasuki masa tenang, sebelum hari pencoblosan surat suara pada Rabu (9/12/2020). Febri mengingatkan agar masyarakat sebagai pemilih dalam menggunakan hak pilihnya tidak tergiur dengan tawaran dan iming-iming apapun terutama politik uang.

Bagi Febri, korupsi politik jelang hari pemilihan biasanya cenderung masif menjadi alternatif bagi calon kepala daerah yang tak memiliki integritas. Menurutnya, kontrol terhadap pendanaan politik menjadi “jantung” dalam pencegahan korupsi politik. Biasanya, bermula adanya cukong yang membiayai kepala daerah dalam pencalonan. Untuk itu, dalam kontestasi pemilu atau pilkada, perlunya melaporkan pendanaan politik. Selain itu, perlu memperkuat integritas penyelenggara pemilu dan lembaga pengawas pemilu untuk meminimalisir praktik politik uang.

“Mulai dari pelaporan dana kampanye, pemetaan pihak-pihak yang punya relasi potensial menjadi donatur terselubung di daerah,” ujarnya. (Baca Juga: Selain Bahayakan Keselamatan, ICW Nilai Pilkada Serentak 2020 Rawan Kecurangan)

Mantan peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menilai penting memetakan berbagai hal modus korupsi politik. Penyelenggara pemilu semestinya bersikap aktif mengidentifikasi praktik politik uang dalam pelaksanaan pemilu tingkat nasional maupun lokal (pilkada). “Kemudian mengatur keterbukaan lobi politik,” ujarnya.

Berdasarkan data KPK per Juni 2020, sedikitnya terdapat 417 politisi tersandung kasus korupsi. Rinciannya, 274 anggota DPR/DPRD; 122 bupati/walikota/wakil; dan 21 gubernur. Sementara tipologi korupsi terdiri dari suap, gratifikasi, pengadaan barang/jasa, penyalahgunaan anggaran, perizinan, pemerasan, dan terkait pilkada.

Menurutnya, akar masalah korupsi politik yakni pendanaan partai politik, tak berhasilnya proses kaderisasi, dan rekrutmen yang tak maksimal. Bagi Febri, yang dapat menyelesaikan akar masalah korupsi di sektor politik adalah pimpinan partai politik. Pimpinanlah yang membuat kebijakan bagi anggotanya. Apalagi orang-orang di pemerintahan pun berasal dari partai politik.

Tags:

Berita Terkait