Buntut Perkara Damayanti: Kontraktor Digeledah, Politisi Golkar Dicegah
Berita

Buntut Perkara Damayanti: Kontraktor Digeledah, Politisi Golkar Dicegah

KPK mencegah politisi Golkar dan Direktur perusahaan kontraktor berpergian ke luar negeri.

NOV
Bacaan 2 Menit
Anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti usai diperiksa KPK. Foto: RES
Anggota DPR Damayanti Wisnu Putranti usai diperiksa KPK. Foto: RES
Buntut perkara dugaan suap anggota Komisi V DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Damayanti Wisnu Putranti, KPK menggeledah kantor dan rumah Direktur perusahaan konstruksi, PT Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng. KPK pun mencegah politisi Golkar, Budi Supriyanto untuk berpergian ke luar negeri.

Pelaksana Harian Kepala Biro Humas KPK Yuyuk Andriati Iskak mengatakan, penyidik melakukan penggeledahan di sejumlah tempat di Ambon, Maluku. "Rumah Direktur Cahaya Mas Perkasa, So Kok Seng, kantor Cahaya Mas Perkasa, dan Gedung Kantor Balai Pelaksanaan Jalan IX di Ambon," katanya, Jumat (22/1).

Yuyuk melanjutkan, penggeledahan berlangsung sejak pukul 11.00 WIT. Penggeledahan dilakukan karena penyidik menduga atau mencurigai di tempat-tempat tersebut ada "jejak-jejak" tersangka dan berbagai dokumen yang harus didalami. Hingga kini, saksi-saksi dan tersangka pun masih diperiksa untuk pendalaman.

Salah satu saksi yang seharusnya menjalani pemeriksaan hari ini adalah anggota Komisi V DPR dari Fraksi Golkar Budi Supriyanto. Namun, menurut Yuyuk, Budi belum hadir memenuhi panggilan penyidik. "Stafnya datang menginformasikan yang bersangkutan sakit, sehingga penyidik mengirimkan panggilan ulang," ujarnya.

Peran Budi sendiri mulai muncul setelah penyidik melakukan pendalaman terhadap keterangan para tersangka, termasuk Damayanti. Bahkan, pekan lalu, penyidik menggeledah ruang kerja Budi di DPR. Tidak hanya Budi,  juga menggeledah ruang kerja politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang juga Wakil Ketua Komisi V, Yudi Widiana.

Yuyuk mengungkapkan, KPK telah mengirimkan permintaan ke Direktorat Jenderal Imigrasi, Kementerian Hukum dan HAM untuk mencegah Budi dan So Kok Seng berpergian ke luar negeri, terhitung 20 Januari 2016 sampai enam bulan ke depan. "Alasannya, dikhawatirkan membawa barang-barang bukti atau segala macam yang terkait perkara ke luar," terangnya.

Mengenai keterlibatan So Kok Seng dan Budi dalam kasus dugaan suap Damayanti, Yuyuk belum mau menjelaskan secara detail. Yang pasti, kedua saksi ini diduga memiliki keterkaitan dengan kasus dugaan suap yang disidik KPK. Menurutnya, hal itu baru bisa diketahui secara detail ketika penyidik telah memeriksa semua saksi.

Akan tetapi, sbagaimana dikutip dari Antara, So Kok Seng alias A seng diduga termasuk dalam jaringan pengusaha yang mengumpulkan sejumlah uang kepada Direktur Utama PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir dan menyerahkannya kepada salah satu anggota Komisi V, Damayanti yang saat ini sudah ditahan KPK.

Berdasarkan penelusuran hukumonline, PT Cahaya Mas Perkasa dan PT Windu Tunggal Utama merupakan dua perusahaan yang berdomisili di Maluku. Keduanya juga pernah mengikuti lelang paket pekerjaan Pelebaran Jalan Bula-Waru Bandara 02 yang diadakan Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) pada 2015 lalu.

Pelaksanaan lelang proyek tersebut dilakukan oleh Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional Wilayah II Maluku. Sementara, sebagai Unit Layanan Pengadaan (ULP) adalah Kementerian PUPR Provinsi Maluku. Dalam proyek ini, PT Cahaya Mas Perkasa ditetapkan sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp28,453 miliar.

Kemudian, terkait Yudi, Yuyuk belum mengetahui kapan Wakil Ketua Komisi V ini akan dipanggil dan dicegah KPK. "Ditunggu saja, apakah nanti penyidik mempunyai kebutuhan untuk mencegah yang bersangkutan. Untuk pemanggilan juga tergantung penyidik. Kalau keterangannya dibutuhkan, pasti akan dipanggil," tuturnya.

Untuk diketahui, KPK menetapkan Damayanti sebagai tersangka setelah anggota DPR dari fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) ini terjaring dalam operasi tangkap tangan (OTT) pada Rabu, 13 Januari 2016. Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, dalam OTT KPK mengamankan enam orang.

Keenam orang tersebut adalah Damayanti, Julia Prasetyarini dan Dessy A Edwin (keduanya staf Damayanti), Direktur PT Windu Tunggal Utama, Abdul Khoir, dan dua orang sopir. Namun, dari enam orang tersebut, KPK menetapkan empat tersangka, yaitu Damayanti, Julia, Dessy selaku pihak penerima, dan Abdul selaku pemberi.

Dari tangan Dessy dan Julia, KPK mengamankan uang masing-masing sejumlah Sing$33 ribu. Sebelumnya Julia juga telah menerima uang sebesar Sing$33 ribu dan telah diambil oleh Damayanti melalui sopirnya dari kediaman Julia. KPK menduga pemberian itu bukan yang pertama kali. Total pemberian uang mencapai Sing$404 ribu.

Pemberian uang diduga bertujuan untuk mengamankan proyek di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) tahun anggaran 2016. Proyek dimaksud adalah proyek pembangunan jalan di Ambon, Maluku. Komisi V merupakan komisi di DPR yang bermitra dengan Kementerian PUPR.

Atas perbuatannya, Damayanti, Julia dan Dessy disangka melanggar Pasal 12 huruf a, b, atau Pasal 11 UU No.31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No.20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sementara, Abdul disangka melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a, b, atau Pasal 13 UU Tipikor.
Tags:

Berita Terkait