Buruh Desak Pemerintah Serius Tangani Premanisme
Berita

Buruh Desak Pemerintah Serius Tangani Premanisme

Serikat pekerja di Indonesia membawa kasus kekerasan yang dilakukan ormas tertentu terhadap buruh ke sidang ILO.

Oleh:
ADY
Bacaan 2 Menit
Foto: www.kspi.or.id
Foto: www.kspi.or.id
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), Said Iqbal, mengatakan serikat pekerja di Indonesia mengecam segala bentuk kekerasan atau premanisme yang dilakukan kelompok tertentu terhadap kegiatan mogok kerja dan demonstrasi yang dilakukan buruh. Mogok kerja adalah hak buruh yang tidak boleh dihalang-halangi sebagaimana amanat UU Ketenagakerjaan dan UU Serikat Pekerja.

Sayangnya, kekerasan itu masih terjadi sampai sekarang. Itu terbukti dari kegiatan mogok kerja dan demonstrasi yang dilakukan buruh PT Voksel Elektric, Cileungsi Bogor,  mengalami intimidasi dan kekerasan oleh ormas tertentu. “Kami sebagai serikat pekerja terus melakukan perlawanan dan mengkampanyekan anti kekerasan atau premanisme dan anti kriminalisasi,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Jumat (26/6).

Iqbal menjelaskan, aksi premanisme oleh kelompok atau ormas tertentu diduga kuat disokong pihak tertentu yang tidak mendukung gerakan buruh. Padahal, tuntutan yang disuarakan buruh dalam setiap demonstrasi dan mogok kerja itu berkaitan dengan pengabaian hak-hak normatif buruh yang dilakukan pengusaha (perusahaan). Selain kekerasan dan premanisme, gerakan buruh tidak jarang berhadapan dengan kriminalisasi yang dilakukan aparat penegak hukum.

Iqbal berpendapat kekerasan (premanisme) dan kriminalisasi yang menimpa buruh tidak akan pernah berhenti selama pemilik modal atau pengusaha tidak memosisikan buruh sebagai mitranya. Jika tidak, ketika memperjuangkan hak-haknya dengan cara yang diatur perundang-undangan seringkali buruh dianggap berupaya melumpuhkan perusahaan. “Lalu manajemen perusahaan menggunakan aparat atau preman untuk menghadapi aktivitas-aktivitas buruh seperti demonstrasi dan mogok kerja,” paparnya.

Jika pengusaha menggunakan jasa preman, dikatakan Iqbal, maka perjuangan buruh dalam menuntut hak-haknya akan dihadapi dengan kekerasan. Jika memanfaatkan oknum aparat maka buruh bakal dikriminalisasi.

Iqbal mengatakan buruh yang mengalami kekerasan (premanisme) dan kriminalisasi tidak tinggal diam. Sebagai upaya mencari keadilan, buruh melaporkan peristiwa yang dialami kepada pihak terkait seperti kepolisian dan Komnas HAM. Bahkan, serikat pekerja di Indonesia membawa kasus itu sampai tingkat internasional diantaranya dalam persidangan yang berlangsung pada konferensi ILO.

“Kami membawa kasus kekerasan yang menimpa 16 orang buruh yang mengalami pembacokan ketika melakukan demonstrasi di Bekasi beberapa tahun lalu ke sidang ILO pada 2016 nanti,” papar Iqbal.

Dalam sidang ILO nanti Iqbal mengatakan akan ditentukan apakah kasus kekerasan yang dialami buruh Indonesia itu akan ditindaklanjuti dengan membentuk tim investigasi atau tidak. Jika tim itu dibentuk maka mereka akan langsung melakukan investigasi ke Indonesia. Hasil investigasi itu nanti akan dibahas dalam sidang ILO untuk menerbitkan rekomendasi bahkan sanksi bagi pemerintah Indonesia.

Salah satu sanksi yang dapat dijatuhkan ILO menurut Iqbal yakni mengkampanyekan kepada dunia internasional bahwa kebebasan berserikat di Indonesia buruk. Menurutnya, itu akan berdampak pada investasi asing yang masuk ke Indonesia. Sebab, peristiwa itu menunjukan kasus-kasus kekerasan masih marak di Indonesia.

Melapokan
Presiden Federasi Serikat Pekerja Aneka Sektor Indonesia (FSPASI), Herry Hermawan, mengatakan sedikitnya 9 anggotanya yang bekerja di PT Voksel Electric di Cileungsi, kabupaten Bogor, Jawa Barat mengalami luka-luka akibat kekerasan yang dilakukan ormas. Saat peristiwa terjadi buruh PT Voksel yang tergabung dalam Serikat Pekerja Multimetal Voksel Electric menggelar mogok kerja dan demonstrasi pada 23-30 Juni 2015.

Herry mengatakan anggotanya itu menuntut hak-hak normatif yang tidak dipenuhi perusahaan seperti ketidakjelasan status pekerja kontrak dan borongan serta harian. Mereka juga menuntut upah agar sesuai upah minimum sektoral Kabupaten Bogor kelompok III sebesar Rp3.110.000. Walaupun ada aparat kepolisian dan TNI di lokasi kejadian, tapi mereka melakukan pembiaran. Alhasil, serangan yang dilakukan massa ormas mengakibatkan sejumlah anggota FSPASI mengalami luka-luka.

Guna menuntaskan persoalan itu buruh telah melakukan upaya hukum. Mereka melaporkan tindakan penganiayaan itu kepada Polres Kabupaten Bogor dan Komnas HAM. Bahkan FSPASI dan sejumlah serikat pekerja lainnya akan melakukan demonstrasi di depan Mabes Polri. Mereka menuntut Kapolri mencopot Kapolres Kabupaten Bogor dan Kapolsek Cileungsi karena melakukan pembiaran atas kekerasan yang dilakukan ormas terhadap buruh. “Kami sudah melaporkan kasus penganiayaan itu ke Komnas HAM,” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait