Buruh Menolak, Pemerintah Menunda?
Berita

Buruh Menolak, Pemerintah Menunda?

Kapanpun tripartit dilakukan, tidak masalah. Asal jangan menghilangkan hak pokok buruh.

Oleh:
CRR
Bacaan 2 Menit
Buruh Menolak, Pemerintah Menunda?
Hukumonline

 

Dalam hal ini pemerintah tidak mepunyai ide brilian untuk menjalankan tugasnya. Hal ini dapat tercermin dari draf revisi yang dari hal-hal pokok tidak ada yang bisa mendorong meningkatkan hak-hak buruh.

 

Menanggapi upaya yang dilakukan pemerintah juga untuk mensejahterakan buruh seperti memberi pesangon yang dipertimbangkan pada jabatan tinggi seperti dalam jajaran manajerial, Patra setuju dengan itu. Tetapi, dia memohon untuk tidak melupakan hak-hak pokok buruh. Hak-hak pokok itu misalnya seperti hak untuk bekerja, hak berserikat yang mana dapat memperkuat posisi tawar para buruh, hak atas jaminan sosial, hak atas bantun sosial dan medis, dan hak buruh migran untuk mendapat perlindungan dan bantuan dalam pemenuhan hak-hak sosial dan ekonominya.

 

Mengenai jumlah banyaknya jaminan hak-hak pokok itu sebenarnya menurut Patra bisa didiskusikan nilai nominalnya. Akan tetapi yang lebih penting dari itu adalah pemerintah meastikan keberadaan jaminan tersebut. Patra mencontohkan seperti asuransi PHK yang besar kecilnya premi bisa didiskusikan selanjutnya.

 

Jika pemerintah ingin meningkatkan investasi, silahkan saja, asal tidak mengorbankan buruh, ungkap Patra. Dengan melihat draf yang diajukan oleh pemerintah, maka YLBHI untuk menolak draf revisi UU No.13 Tahun 2003 sekaligus menyerukan dan meinta kepada 15 kantor LBH untuk membantu mengkonsolidasikan serikat pekerja/buruh secara kolektif dan bersama-sama.

 

Seruan penolakan revisi dari berbagai pihak dan melihat aksi buruh yang menjurus ke arah anarkis, Menakertrans Erman Suparno, atas perintah dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono rabu malam (5/4) menunda pembahasan revisi tersebut sampai waktu yang tidak ditentukan.

Gelombang penolakan revisi UU Ketenagakerjaan sepanjang April ini kian meluas. Aksi penolakan serempak terjadi di Pulau Jawa dan Sumatera Utara diperkirakan terus meluas sampai seluruh Indonesia. Berbagai kelompok serikat pekerja serta merta mendesak Erman Suparno untuk menolak revisi UU No.13/2003 itu. Revisi yang dianggap meminggirkan buruh itu dianggap sebagai RUU yang tidak populis.

 

Penolakan juga datang dari berbagai lembaga swadaya masyarakat, termasuk YLBHI, yang tegas menolak revisi. Menurut A. Patra M. Zen terdapat indikasi bahwa rencana revisi ini semata-mata menopang kepentingan neo-liberalisme dan pasar bebas melalui lembaga-lembaga keuangan internasional. Menurut Patra sebagian besar dari substansi usulan revisi tidak satu-punmemperhatikan danmengapliasian kepentingan pekerja atau buruh, bahkan mereduksi hak-hak dan kepentingan pekerja atau buruh.

 

Menanggapi gelombang buruh besar-besaran beberapa hari lalu, tidak menunggu diadakannya tripartit yang rencananya akan diadakan tanggal 12 April mendatang, Patra mengungkapan bahwa itu bukan soal apakah tripartit diadakan atau tidak, tapi lebih dari itu seharusnya pemerintah mempunyai posisi yang jelas yang bisa berpihak pada kepentingan buruh.

 

Ketika forum tripartit diadakan, pemerintah harus mengoptimalkan perannya, tidak hanya sebagai wasit, tapi juga bertindak sebagai penentu kebijakan dalam setiap penentuan dan perumusan norma-norma hubungan industrial yang memberi perlindungan pada pekerja atau buruh.

 

Ada tujuh permasalahan pokok yang dianggap tidak memihak pada buruh seperti : PHK, Pesangon dan hak-hak pekerja, perjanjian kerja bersama, pengupahan, pekerjaan kerja waktu tertentu, outsorcing, izin mempekerjakan tenaga kerja asing dan istirahat panjang.

Halaman Selanjutnya:
Tags: