Calon Dicecar Masa Pendidikan Kuliah dan SMA
Seleksi Pimpinan KPK:

Calon Dicecar Masa Pendidikan Kuliah dan SMA

Abraham Samad ditanyai seputar waktu enam tahun yang ia habiskan di bangku S-1 dan empat tahun di SMA.

Ali
Bacaan 2 Menit
Abraham Samad usai ikuti uji Kelayakan dan Kepatutan capim KPK di DPR. Foto: SGP
Abraham Samad usai ikuti uji Kelayakan dan Kepatutan capim KPK di DPR. Foto: SGP

Ada sesuatu yang berbeda dengan fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kali ini. Uji Kelayakan dan Kepatutan capim KPK digelar dua sesi. Sesi pertama, di pagi hari, para calon hanya diklarifikasi seputar dokumen-dokumen penunjang seperti ijazah, laporan kekayaan dan sebagainya. Sesi kedua, usai istirahat makan siang, baru pertanyaan substansi pemberantasan korupsi diajukan.

 

Abraham Samad mendapat giliran pertama. Advokat yang berasal dari Makassar, Sulawesi Selatan, langsung diberondong pertanyaan oleh para anggota Komisi III seputar kekayaan, latar belakang profesinya, dan bahkan ijazah sekolah yang dimilikinya.

 

“Pendidikan Saudara cukup tinggi, hingga S-3 (Strata 3). Saya juga melihat bahwa Saudara berpendidikan Sarjana Hukum dari Universitas Hasanuddin lulus tahun 1993. Tapi di data Saudara tak tercermin tahun berapa Saudara masuk kuliah. Saya ingin tahu berapa lama Saudara selesaikan jenjang S-1 (Strata 1)?” tanya Anggota Komisi III dari Partai Demokrat Subiakto, Senin (21/11).

 

Abraham menjelaskan dirinya bergelar Doktor di bidang hukum. Ia menyelasaikan S-1, S-2, hingga S-3 di kampung halamannya, Universitas Hasanuddin Makassar. Abraham menyelesaikan S-1-nya kurang lebih selama enam tahun. “Saya lulus S-1 dari Unhas memang pada 1993. Saya masuk angkatan 1987,” jelas pria yang menulis tesis dan disertasi yang berkaitan dengan pemberantasan korupsi di Indonesia ini.

 

Tak hanya jenjang kuliah yang dipertanyakan, masa Sekolah Menengah Atas (SMA) Abraham juga diklarifikasi. Dalam data dirinya, Abraham memiliki Ijazah Sekolah Menengah Pertama (SMP) pada 1983. Lalu, Ijazah Sekolah Menengah Atas (SMA) pada 1987. “Apa Saudara SMA selama 4 tahun?” tanya salah seorang anggota Fraksi PKS.

 

Abraham mengaku sudah agak lupa dengan masa SMA-nya itu. Ia mengaku sebagai anak kolong (anak tentara) yang kerap berpindah-pindah sekolah di masa SMP. Di masa SMA, seingatnya, Abraham pernah terkena kebijakan pemerintah yang memindahkan tahun ajaran pada Januari ke Juli sehingga memperpanjang masa sekolah.

 

“Saya terkena kebijakan itu. Jadi, sempat ada program sekolah 1,5 tahun. Saya termasuk yang dirugikan dengan kebijakan itu,” ujarnya.

 

Kartu Advokat

Selain soal ijazah, latar belakang Abraham yang berprofesi sebagai advokat juga mendapat sorotan. “Saudara adalah advokat. Sejak kapan? Apakah Saudara sudah mengundurkan diri dari Peradi, induk Saudara sebagai advokat?” tanya Subiakto lagi.

 

Abraham mengatakan bahwa Ia menjadi advokat sejak 1995. “Semua dokumen mengenai itu sudah saya jelaskan di Pansel,” tuturnya.

 

Anggota Komisi III Ruhut Sitompul menyatakan apakah Abraham sudah lulus mengikuti ujian yang dilakukan oleh Peradi. Abraham menuturkan  ketika ia menjadi advokat berdasarkan Surat Keputusan Pengadilan Tinggi (SK PT) pada 1995. Lalu, begitu UU Advokat muncul, maka SK PT itu kemudian dikonversi menjadi kartu advokat yang diterbitkan Peradi. “Jadi, saya tak ikut ujian Peradi lagi, karena sudah otomatis menjadi advokat berdasarkan SK PT itu,” ujarnya.

 

Ruhut melanjutkan pertanyaan siapa advokat yang diidolai oleh Abraham. Pertanyaan ini mendapat geerr dari fraksi balkon yang berteriak “Ruhut Sitompul”. Abraham pun hanya tersenyum tak menjawab. Namun, Ruhut mengaku memiliki alasan menanyakan hal ini.

 

Ruhut ingin tahu apakah Abraham juga mengidolai Bambang Widjojanto (Capim lain yang juga berlatar belakang advokat). Ia mengaku harus memilih salah satu dari calon pimpinan KPK yang berlatar belakang advokat. “Aku harus memilih salah satu. Kalau dua KKN, capek aku,” selorohnya.

 

“Di KPK sekarang saja ada satu advokat, si Chandra, bikin Aku capek. Apalagi nanti ada dua,” ujarnya lagi. Namun, pertanyaan ini buru-buru dipotong oleh Ketua Komisi III Benny K Harman untuk mempersilakan anggota yang lain bertanya. Menurutnya, pertanyaan atau pernyataan Ruhut ini tak perlu dijawab karena kurang relevan. 

Tags: