Capai Target, BPJS Kesehatan Diberi 'Nilai Hijau'
Berita

Capai Target, BPJS Kesehatan Diberi 'Nilai Hijau'

UKP4 memberikan nilai hijau kepada BPJS Kesehatan untuk periode 2014.

ADY
Bacaan 2 Menit
Loket BPJS Kesehatan. Foto: RES
Loket BPJS Kesehatan. Foto: RES
Selama setahun beroperasi, BPJS Kesehatan dinilai mampu mencapai target. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) mengganjar badan yang mengurusi jaminan sosial kesehatan itu nilai hijau. Evaluasi itu didasarkan pada kinerja BPJS Kesehatan selama 2014.

Penghargaan itu disambut antusias. “Alhamdulillah, sejauh ini dari lembaga UKP4 ini kami dinilai hijau. Ini berarti sebagian besar dari apa yang ditargetkan telah tercapai di atas seratus persen,” kata Kepala Grup Komunikasi dan Hubungan Antar Lembaga, Ikhsan, dalam keterangan pers yang diterima hukumonline, Selasa (10/2).

Ikhsan menjelaskan ada lima hal yang disorot UKP4. Pertama, jumlah kepesertaan dimana BPJS Kesehatan mampu menggaet 133,4 juta peserta. Padahal, target peserta yang ditetapkan tahun 2014 hanya 121,6 juta orang. Dengan begitu prosentase pencapaian target kepesertaan BPJS Kesehatan 109,72 persen.

Kedua, revisi PP No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran selesai tepat waktu. Ikhsan menyebut BPJS Kesehatan sudah menyelesaikan revisi draft RPP PBI itu sesuai dengan kewenangan yang dimiliki BPJS.

Ketiga, soal pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan (faskes). Ikhsan mengatakan salah satu hasil evaluasi UKP4 menyebut BPJS Kesehatan 100 persen membayar klaim kepada faskes yang bekerjasama. Mengacu peraturan yang ada, BPJS Kesehatan harus membayar tagihan faskes paling lambat 15 hari sejak tagihan diterima.

Keempat, terkait sosialisasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan BPJS Kesehatan. Dari hasil survei Sucofindo, tingkat awareness masyarakat terhadap program JKN 95 persen atau 146,15 persen dari target 65 persen.

Kelima, tentang penanganan keluhan peserta. Hingga triwulan IV 2014 BPJS Kesehatan telah menyelesaikan seluruh keluhan yang jumlahnya 104.427 keluhan. Penyelesaian keluhan itu rata-rata dapat dilakukan dalam waktu 1,5 hari.

Terpisah, koordinator advokasi BPJS Watch, Timboel Siregar, menyebut lima indikator yang digunakan itu harus diukur secara obyektif berdasarkan fakta di lapangan. Ia mencatat tidak sedikit peserta BPJS Kesehatan ditolak RS. Ditolak untuk mendapatkan perawatan ICU, PICU (pediatric intensive care unit) dan NICU (neotanal intendive care unit). Kemudian, ada peserta yang dipaksa pulang RS dengan alasan paket INA-CBGs habis.

Ada pula peserta BPJS Kesehatan yang harus masuk daftar tunggu (waiting list) untuk mendapat tindakan medis seperti operasi. Tak jarang, peserta BPJS Kesehatan mendapat perlakuan berbeda dengan pasien lain kategori umum. “Beberapa masalah itu adalah kasus-kasus yang sering diadvokasi BPJS Watch selama ini,” papar Timboel.

Soal jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan saat ini mencapai 133,4 juta orang bagi Timboel itu bukan prestasi. Tapi itu antusiasme masyarakat yang mendaftar sebagai peserta bukan penerima upah atau mandiri yang jumlahnya sekitar 10 juta orang. Antusiasme itu muncul karena masyarakat berharap dengan menjadi peserta BPJS Kesehatan bisa memperoleh pelayanan kesehatan yang baik.

Alih-alih diapresiasi, para peserta mandiri itu malah dipersoalkan oleh direksi BPJS Kesehatan dan pemerintah. Timboel menilai saat ini peserta mandiri dituding membuat rasio klaim BPJS Kesehatan tahun 2014 membengkak sampai 105 persen. Dengan dalih efek asuransi yakni peserta mandiri mendaftar ketika sakit sehingga menggerogoti keuangan BPJS Kesehatan. Ujungnya, BPJS Kesehatan menerbitkan kebijakan yang memperketat kepesertaan mandiri lewat Peraturan BPJS Kesehatan No. 4 Tahun 2014.

Mengenai draft revisi PP No.101 Tahun 2012 tentang PBI, Timboel berpendapat revisi itu bukan wewenang BPJS Kesehatan. BPJS Kesehatan harusnya bertindak sebagai pelaksana dari seluruh regulasi tentang JKN.

Untuk indikator penyelesaian pembayaran klaim kepada faskes, Timboel mengatakan mestinya yang dinilai jangan sekedar batas waktu penyelesaian pembayaran klaim. Lebih dari itu, potensi terjadinya fraud dalam proses pembayaran klaim juga harus jadi sorotan UKP4. Salah satu potensi fraud terjadi dalam hal pengkodean klaim RS secara manual dan masa rawat pasien yang dijamin dalam sistem INA-CBGs.

“Saya menduga kuat bahwa rasio klaim 105% di tahun 2014 terjadi karena adanya fraud yang dilakukan RS ketika melakukan perhitungan klaim, bukan karena kehadiran peserta Mandiri,” ucap Timboel.

Lalu, soal penanganan keluhan pelanggan yang diklaim telah selesai 100 persen menurut Timboel itu tidak berdasarkan fakta. BPJS Watch mencatat masih ada sejumlah masalah yang menimpa peserta BPJS Kesehatan namun belum ada penyelesaian yang memuaskan. Misalnya, kasus yang dialami Dwi Astuti ketika mengantar suaminya sebagai peserta BPJS Kesehatan ke RS Cikini. Untuk mendapat pelayanan kesehatan, Dwi diminta pihak RS untuk membayar uang muka Rp10 juta.

Jika tidak membayar uang muka, Timboel melanjutkan, suami Dwi harus masuk waiting list terlebih dulu sebelum mendapat pelayanan kesehatan. Demi mendapat pelayanan kesehatan, Dwi membayar uang muka tersebut. Ketika mengadvokasi kasus yang dialami Dwi, Timboel menyebut sudah mengadukan kepada pihak BPJS Kesehatan. Namun, sampai sekarang belum ada penyelesaiannya.
Tags: