Catatan REI Terkait RPP UU Cipta Kerja Sektor Properti
Berita

Catatan REI Terkait RPP UU Cipta Kerja Sektor Properti

Salah satunya, rumusan aturan dalam RPP PUPR masih terdapat syarat pemasaran yang memberatkan. Seperti sertifikat tanah, nomor persetujuan bangunan gedung, pertelaan dan jadwal Perjanjian, Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB).

Rofiq Hidayat
Bacaan 3 Menit
Pengurus DPP REI berudiensi dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo terkait masukan materi RPP UU Cipta sektor properti, Selasa (12/1). Foto: Istimewa
Pengurus DPP REI berudiensi dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo terkait masukan materi RPP UU Cipta sektor properti, Selasa (12/1). Foto: Istimewa

Hampir setahun terakhir, sektor properti terpuruk akibat terkena imbas situasi perekonomian nasional yang terpukul dampak pandemi Covid-19 berkepanjangan. Karena itu, melalui UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta kerja ada harapan sejumlah sektor bisa bangkit dari ketepurukan. Saat ini, pemerintah terus merampungkan arturan turunan UU Cipta berupa 40 peraturan pemerintah dan 4 peraturan presiden.    

Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Real Estate Indonesia (DPP REI), Totok Lusida mengatakan pihaknya telah membentuk tim pengkaji Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) UU Cipta Kerja yang melibatkan berbagai bidang usaha industri properti. Totok mengatakan dari hasil kajian tim bentukan REI ini, setidaknya terdapat beberapa hal yang perlu mendapat perhatian mendalam.

Misalnya, RPP bidang Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), antara lain menyoal perjanjian pengikatan jual beli (PPJB). Bagi REI, rumusan aturan dalam RPP PUPR itu masih terdapat syarat pemasaran yang memberatkan. Seperti sertifikat tanah, nomor persetujuan bangunan gedung, pertelaan dan jadwal Perjanjian, Pengikatan Jual Beli (PPJB) dan Akta Jual Beli (AJB).

Dampaknya, pengembang membutuhkan waktu yang cukup lama agar dapat memasarkan produk propertinya ke masyarakat luas. Jalan keluar yang disodorkan REI adalah dengan sertifikat disubstitusi dengan bukti kepemilikan atas tanah. Atau sertifikat disubstitusi dengan nomor izin site plan/rencana tapak atau menunjukan proses pendaftaran Sistem Informasi Manajemen Bangunan Gedung (SIMBG) atau nomor tanda terima permohonan dari instansi berwenang.

REI pun menyoroti RPP lainnya yakni RPP tentang Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah. Menurut Totok, percepatan proses pelayanan perlu diterapkan dalam rangka mendukung iklim investasi dan sebagai bagian upaya menghindari kolusi. Misalnya, perlu penetapan persyaratan lengkap setiap kegiatan pelayanan. Kemudian, pemberian tanda terima dokumen syarat lengkap, pemberlakuan nomor urut layanan, penetapan batas waktu maksimum Service Level Aggrement (SLA) setiap layanan.

Selanjutnya, pemberlakuan SLA Otomatis/persetujuan permohonan layanan, dan mengintegrasikan data sharing. “Kita yakin dengan berbagai masukan atas kajian yang dilakukan REI dapat berkontribusi bagi pembuatan RPP di sektor properti,” ujarnya saat menemui pimpinan MPR di Kompleks Parlemen, Selasa (12/1/2021) bersama pengurus DPP REI lain.

Sementara Ketua MPR Bambang Soesatyo mengapresiasi kajian yang telah dilakukan REI. Dia mengatakan Daftar inventaris masalah (DIM) yang telah dibuat REI diharapkan menjadi bahan masukan bagi pemerintah dalam penyusunan RPP UU Cipta Karya terkait sektor properti. Dia mendorong pemerintah agar mmemperhatikan semua masukan hasil kajian REI dan elemen masyarakat lain dalam penyusunan RPP UU Cipta Kerja.

Tags:

Berita Terkait