Cerita tentang Pak Sri dan Pak Yamin
Tokoh hukum:

Cerita tentang Pak Sri dan Pak Yamin

Tokoh hukum berusia 88 tahun itu menerima anugerah Muhammad Yamin Award.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
Cerita tentang Pak Sri dan Pak Yamin
Hukumonline
Semangatnya menghormati tokoh besar yang dikaguminya cukup besar. Di usianya yang semakin senja, tak menyurutkan niatnya untuk bisa tetap hadir mengenang tokoh yang pernah bersamanya menjadi Anggota Badan Konstituante periode 1956-1959. Ya, dia adalah Prof HR Sri Sumantri Martosoewignjo (88) yang diundang khusus dalam perhelatan “Anugrah Konstitusi Muhammad Yamin 2014” yang digelar di Sawahlunto Sumatera Barat, Sabtu (31/5) malam pekan lalu.

Pasalnya, pria yang akrab disapa “Pak Sri” atau “Pak Mantri” ini menjadi salah penerima Muhammad Yamin Award untuk kategori “Lifetime Achievement”. Dua tokoh lain yang menerima penghargaan kategori berbeda adalah advokat Adnan Buyung Nasution dan jurnalis Budiman Tanuredjo.

Acara malam penganuhgerahan dalam rangka mengenang jasa-jasa Yamin itu sekaligus penutup rangkaian acara Konferensi Hukum Tata Negara dan Anugerah Konstitusi Muhammad Yamin 2014 yang diselenggarakan Pusat Kajian Konstitusi (PUSaKO) FH Universitas Andalas.

Dewan Juri menetapkan Guru Besar Emeritus Fakultas Hukum Universitas Padjajaran itu dinilai konsisten mengabdikan dirinya sebagai pengajar hingga menjadi ketua Komisi Konstitusi pada 2002-2003. Semangat Pak Mantri sebagai pejuang pembaharu yang kerap melawan arus itutercermin dari karya disertasinya berjudul “Persepsi terhadap Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalam BatangTubuh UUD 1945pada 1978. Kala itu, UUD 1945 dianggap dokumen sakral yang pantang diubah oleh rezim yang berkuasa.

Disertasi itulah yang mengilhami berbagai pihak mengenai pentingnya perubahan UUD 1945 yang akhirnya terwujud setelah runtuhnya rezim Orde Baru. Kini, disertasi itu menjadi buku berjudulProsedur dan SistemPerubahan Konstitusi.Pria kelahiran Tulungagung 15 April1926 ini dikenal sebagai pengajar hukum tata negara di beberapa perguruan tinggi. Misalnya, pernah menjadi Rektor Universitas 17 Agustus dan Rektor Universitas Jayabaya, selain puluhan tahun berkarir di FH Universitas Padjadjaran. Tak heran, Dewan Juri menjulukinya “Guru Konstitusi”.

Tak nampak wajah gembira saat Pak Sri menerima plakat dan sertifikat penghargaan Muhammad Yamin yang secara simbolis diserahkan  Gubernur Sumatera Barat, Irwan Prayitno. Dia mengungkapkan sejak memasuki perguruan tinggi hukum di UI, UGM, dan Unpad, hanya mata kuliah hukum tata negara yang selalu menarik perhatian dirinya. Hingga ia berupaya untuk menekuni sumber hukum tata negara yakni konstitusi.

“Menekuni satu ilmu, apalagi bekerja di perguruan tinggi harus disertai sikap jujur, terbuka, dan pantang takut dalam situasi apapun. Saat menguji mahasiswa calon doktor, saya sering berpesan, ‘jujurnya pada dirimu!’ Kalau ini dilakukan ilmu pengetahuan akan maju (berkembang),” kata Sri Soemantri usai menerima Muhammad Yamin Award.

Dia mengungkapkan saat mempertahankan disertasinya berjudul “Prosedur dan Sistem Perubahan Konstitusi dalam Batang Tubuh UUD 1945”, hampir semua anggota senat dan guru besar FH Unpad ketakutan. Pasalnya, zaman Orde Baru, UUD 1945 memang “dikeramatkan”. Bahkan, judul disertasi itu diubah dengan menambah frasa ‘Persepsi terhadap..’. “Jadi, kata ‘persepsi’ yang ditonjolkan. Saat sidang pengukuhan guru besar pun bukan dipimpin oleh Rektor Unpad, tetapi dipimpin sekretarisnya,” ungkapnya.              

Serba bisa
Satu hal yang diingat Pak Sri, Muhammad Yamin dianggapnya sebagai tokoh yang serba bisa lantaran Yamin pernah mengenyam pendidikan Hollandsch Inlandsche School (HIS),Algemeene Middelbare School (AMS), Rechtshoogeschool, dan sekolah dokter hewan di Bogor. “Selain ahli hukum, dia punya perhatian pada sejarah, kesusastraan. Saya terkesan dengan syair-syair yang dia ciptakan,” kata Sri kagum.

Dia juga terkesan dengan Yamin saat sama-sama menjadi Anggota Konstituante pada tahun 1956. “Saat itu, saya menjadi Anggota Konstituante termuda (29), Yamin sudah politisi kawakan. Saya teringat saat ada wartawan Amerika meminta wawancara dengan Yamin, tetapi karena tidak bisa, digantikan Guru Besar UI Prof Sudiman,” kenangnya.

Sebelum menjadi pengajar, Pak Srimemang pernah menjadiAnggota Konstituante, lembaga yangbertugas merumuskan konstitusi barumenggantikanUUD Sementara 1950. Darihasil Pemilu yang digelar pada1955, Sri Soemantri terpilih mewakili daerah pemilihan Jawa Timur mewakiliPartai Nasional Indonesia(PNI). Srimemiliki nomor urut 339 dari 520 kursi Konstituanteyang merupakananggota Konstituante termuda karena masih berusia 29 tahun.

Namun, selama dua tahun bersidang Konstituante belum menghasilkan konstitusi baru.Melalui Dekrit 5 Juli 1959, Presiden Soekarno membubarkan Konstituante dan menyatakan bangsa ini kembali ke UUD 1945.Lebih dari 40 tahun kemudian, Sri dipercaya memimpin Komisi Konstitusiyang dibentuk MPR. Komisi itu bertugas mengkaji hasil amandemen keempat UUD 1945 yang dilakukan MPR periode 2002-2004.Alhasil, “mimpi” Pak Sri melalui disertasinya itu untuk mengubah UUD 1945 benar-benar menjadi kenyataan.
Tags:

Berita Terkait