Perubahan UUD 1945 Perlu Komisi Negara
Berita

Perubahan UUD 1945 Perlu Komisi Negara

Jakarta, hukumonline. Menyusul hanya berhasil dilakukannya perubahan 7 bab dari 22 yang direncanakan oleh Panitia Ad Hoc (PAH) I pada Sidang Tahunan Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) yang lalu, ide untuk membentuk komisi negara untuk melakukan perubahan UUD 1945 semakin mengemuka.

Nay/APr
Bacaan 2 Menit
Perubahan UUD 1945 Perlu Komisi Negara
Hukumonline

Namun Jacob Tobing, Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) I BP MPR sekaligus Ketua Komisi A Sidang Tahunan MPR, mengatakan bahwa sebuah komisi negara tidak bisa melakukan perubahan UUD karena konstitusi menggariskan bahwa kewenangan untuk mengubah UUD ada pada MPR. Yang bisa dilakukan adalah membentuk komisi keahlian. Komisi ini terdiri dari para pakar yang bertugas membantu BP MPR dalam membuat rancangan perubahan UUD.

Pemikiran ini disampaikan oleh Jacob Tobing pada diskusi mengenai "Agenda Perubahan Konstitusi ke Depan" yang diselenggarakan oleh Komisi Reformasi Hukum Nasional (KRHN) pada Rabu (13/9) di Jakarta.  Jacob juga mengatakan bahwa jika akan dibentuk suatu komisi negara untuk mengubah UUD, maka ketentuan yang ada di UUD sekarang harus diubah terlebih dahulu.

Namun menurut Jacob, ide itu tidak akan mendapat pasaran di MPR karena sebuah komisi yang tidak politis (apolitis) untuk mengubah UUD susah untuk mendapat pasaran. Ia mencontohkan bahwa pada masa lalu, konstituante pun juga merupakan komisi politik.

Sikap partisan

Pembicara lain, praktisi hukum Abdul Hakim Garuda Nusantara memandang ada tiga masalah yang terdapat di MPR berkaitan dengan perubahan Undang-Undang Dasar 1945. Pertama, sikap partisan di kalangan anggota MPR yang begitu kuat, sehingga acap menyulitkan MPR untuk mengkaji secara obyektif rencana perubahan konstitusi.

Kedua, pengalaman dan pengetahuan yang terbatas berkenaan dengan konseptualisasi perubahan konstitusi. Hakim mencontohkan Tap MPR mengenai judicial review yang menyebutkan bahwa judicial review dilakukan oleh MPR.

Dari segi teori konstitusi, ini aneh karena sebuah judicial review ditundukkan pada politik. Apalagi 495 anggota MPR  adalah anggota DPR  yang ikut terlibat dalam pembuatan Undang-undang, "Apa mungkin Dewan Perwakilan Rakyat me-review undang-undang yang dibuatnya sendiri secara obyektif?" tandas Hakim.

Hakim mengusulkan agar MPR membuat Mahkamah Konstitusi atau memberikan kewenangan judicial review pada MA. Pada negara-negara lain, kewenangan untuk melakukan judicial review memang ada pada lembaga yudikatif.

Tags: