Citra Membaik, MK Kabulkan 29 PUU
Kinerja MK 2014:

Citra Membaik, MK Kabulkan 29 PUU

Melihat kecenderungan, ada kemungkinan jumlah perkara meningkat pada 2015.

Oleh:
M-22
Bacaan 2 Menit
Didampingi Wakil Ketua Arief Hidayat dan Sekjen Janedjri Gaffar, Ketua MK Hamdan Zoelva (tengah) menyampaikan refleksi 2014 di Gedung MK, Senin (5/1). Foto: RES
Didampingi Wakil Ketua Arief Hidayat dan Sekjen Janedjri Gaffar, Ketua MK Hamdan Zoelva (tengah) menyampaikan refleksi 2014 di Gedung MK, Senin (5/1). Foto: RES
Sempat terpuruk gara-gara penangkapan ketuanya oleh KPK, citra Mahkamah Konstitusi mulai membaik. Klaim peningkatan citra itu disampaikan langsung Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva dalam konperensi pers di Jakarta, Senin (05/1).

Menurut Hamdan, Mahkamah Konstitusi (MK) telah bangkit dari keterpurukan. Kinerja Mahkamah mengawal demokrasi di Indonesia dinilai membaik. ”Citra MK kembali naik dan terpulihkan sampai pada akhir tahun 2014”, kata Hamdan.

Salah satu parameter peningkatan kinerja itu adalah penyelesaian perkara. Jumlah perkara yang masuk mengalami peningkatan. Pada 2013 ada 109 permohonan PUU yang masuk, tahun 2014 menjadi 140. Meski pada 2012 berbeda, ada kecenderungan perkara PUU mengalami kenaikan sejak 2003 hingga 2014.

Sepanjang 2014, MK telah mengeluarkan 131 putusan dan ketetapan Pengujian Undang-Undang (PUU). Dari jumlah itu, 29 perkara PUU dikabulkan; 41 ditolak, 37 tidak dapat diterima, 6 perkara dinyatakan gugur, 17 permohonan ditarik kembali, dan 1 perkara dinyatakan MK tak berwenang mengadili. ”Tahun 2014 ini banyak sekali putusan yang sangat strategis dan penting yang berpengaruh terhadap penyelenggaraan demokrasi” jelas Hamdan.

Sebenarnya ada 211 PUU yang ditangani MK, gabungan perkara yang masuk 2014 dan sisa perkara yang belum diputus pada 2013. Dengan demikian ada 80 PUU yang proses penanganannya dilanjutkan hingga 2015 ini.

Selain PUU, MK menangani permohonan penyelesaian perselisihan pemilu. Dijelaskan Hamdan, pada 2014 MK mencatat jumlah perkara terbanyak sepanjang MK memiliki wewenang memutus sengketa Pemilu dibanding sebelumnya. Tercatat 903 perkara masuk. Hamdan juga mengklaim putusan MK terkait dengan Pilpres menjadi kebanggaan karena perseteruan dua kubu akhirnya hilang setelah ada putusan MK. ”Semua menerima putusan MK,” katanya.

Percepatan
Penyelesaian perkara yang begitu banyak dengan waktu yang singkat membuat MK harus melakukan terobosan. Salah satunya dengan dismissal process atau proses dismisal. Mekanisme ini dilakukan dengan cara MK melakukan pemeriksaan awal terhadap formalitas, serta bukti-bukti dan lampiran pendukung permohonan. ”Kalau formalitas, bukti-bukti, dan lampiran pendukung itu tidak memenuhi syarat, maka MK tidak melanjutkan pemeriksaan perkara tersebut”.

Sehingga dari proses ini (proses dismisal,- red) MK hanya memeriksa proses pembuktian, baik dokumen, surat-surat atau saksi terhadap perkara yang dimohonkan. ”dengan cara demikian, MK menjadi lebih berkurang bebanya untuk memeriksa perkara yang masuk dan dapat memutus sesuai waktu yang diatur Undang-Undang”, katanya.

Dewan Etik
Dalam rangka penegakan kode etik, MK telah membentuk Dewan Etik. Dewan etik ini memiliki sifat permanen, independen, dan dapat merekomendasikan pembentukan majelis kehormatan hakim ketika ada dugaan pelanggaran etik oleh hakim.

Hamdan mengaku telah beberapa kali memberikan keterangan kepada Dewan Etik atas laporan masyarakat. Salah satu hakim yang pernah dilaporkan adalah Patrialis Akbar. Hamdan bersyukur hingga kini belum ada hakim yang dinyatakan bersalah. ”Semua hakim dari sisi etik tidak ada pelanggaran”.

Perbaikan mekanisme beracara juga menjadi agenda perbaikan MK, salah satunya dalam pemeriksaan perkara di PHPU dan PUU. Selain itu yang sedang dalam penyelesaian, yaitu proses penyelesaian perkara secara internal di Mahkamah Konstitusi. ”ini berkaitan dengan pembaruan sistem agar kedepannya MK bisa bekerja secara lebih baik lagi dan yang terpenting terhindar dari masalah integritas”, ujar Hamdan

Dari sisi SDM, sejak tahun 2014 MK mewajibkan seluruh peneliti untuk menyelesaikan strata-3. Ada yang dibiayai oleh MK, ada pula yang mendapat beasiswa. ”Sehingga pada 5–6 tahun yang akan datang, seluruh peneliti di MK itu sudah doktor dan diharapkan kualifikasi dan kualitas putusan MK akan semakin baik”, harapnya.

Mahkamah Konstitusi Indonesia terpilih sebagai Presiden Asosiasi Mahkamah Konstitusi Asean atau The Association of Asian Constitutional Courts and Equivalent Institutions (AACC) pada April 2014. ”Pada kongres kedua di Istanbul, Indonesia terpilih sebagai presiden AACC”, ujar Hamdan.

Indonesia akan menjadi tuan rumah pertemuan tahunan dan seminar Constitusional Law pada Agustus 2015 mendatang. Setahun kemudian Indonesia kembali menjadi tuan rumah Kongres Mahkamah Konstitusi se-Asia.

Selain itu, MK juga melakukan pertukaran tenaga, baik peneliti maupun panitera untuk belajar di MK negara lain seperti di Korsel, Turki,  ”Kita kirim untuk belajar atau magang di sana” pungkasnya.
Tags:

Berita Terkait