MK Kaji Constitutional Complaint Terhadap DPR
Berita

MK Kaji Constitutional Complaint Terhadap DPR

Permohonannya masih di meja hakim. Tetap akan direspon.

Oleh:
ASH
Bacaan 2 Menit
MK Kaji <i>Constitutional Complaint</i> Terhadap DPR
Hukumonline
Mahkamah Konstitusi (MK) masih mengkaji permohonan constitutional complaint terkait munculnya polemik legalitas DPR tandingan di Senayan yang diajukan sejumlah LSM beberapa waktu lalu. Pasalnya, MK tidak berwenang memeriksa dan memutus permohonan constitutional complaint ini.

“Iya surat permohonannya sudah kita terima beberapa hari yang lalu, tetapi permohonan constitutional complaint itu masih di meja hakim MK,” ujar salah seorang Staf Penerimaan Perkara Konstitusi di gedung MK, Selasa (11/11).

Permohonan itu masih menunggu disposisi dari Ketua MK Hamdan Zoelva. Kepaniteraan menunggu arahan Hamdan tentang registrasi permohonan, deregister atau tidak. Ini penting karena normatifnya MK tidak memiliki kewenangan untuk memeriksa dan memutus complain warga negara. “Kalau ada disposisi perintah untuk diregister, ya kita register. Kalau tidak, ya tidak kita register. Itu tergantung isi disposisi dari hakim MK, kemungkinan masih dikaji karena MK tidak ada wewenang,” kata seorang staf Kepaniteraan.

Terlepas ada disposisi untuk diregister atau tidak, MK tetap akan menjawab surat permohonan itu melalui surat atas nama Panitera MK sesuai isi disposisi Ketua MK. “Tetapi, sejauh ini belum ada disposisi dari Ketua MK, mungkin masih dikaji.”

Sebelumnya, sejumlah LSM yang mengatasnamakan Aliansi Masyarakat Resah DPR (AMAR DPR) melayangkan contitusional complaint terhadap DPR RI terkait perseteruan antara Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang memunculkan dualisme kepemimpinan DPR alias DPR tandingan. Mereka adalah LBH Pendidikan, Indonesian Reform Institute, Jaringan Kesejahteraan Kesehatan Masyarakat, Reaksi Cerdas Indonesia, Yayasan Samir, dan Lembaga Penelitian Pengembangan Pendidikan Luar Sekolah.

Para pemohon menganggap MK berwenang mengadili dan memutus permohonan contitutional complaint ini berdasarkan Pasal 24C UUD 1945 dan Pasal 1 ayat (3) poin c UU No. 24 Tahun 2003 tentang MK. Sebab, salah satu kewenangan MK membubarkan partai politik dan seluruh elemennya termasuk anggota DPR periode 2014-2019 serta membatalkan hasil Pemilu Legislatif. Terlebih, MK sebagai puncak penyelesaian ketatanegaraan Indonesia.

Adanya dualisme kepemimpinan DPR sejak dtetapkannya DPR tandingan pada 31 Oktober lalu dinilai dapat memunculkan dua keputusan yang berbeda dalam satu lembaga. Hal ini bertentangan dengan konstitusi dan potensial terjadinya disintegrasi bangsa. Menurutnya, perselisihan yang dipertontonkan anggota legislatif di media massa tidak memberi contoh  pendidikan politik yang baik bagi masyarakat.

Perselisihan itu juga dapat mengganggu kinerja anggota legislatif untuk melaksanakan kewajibannya sebagai wakil rakyat. Untuk itu, anggota DPR periode 2014-2019 tidak layak menduduki posisi sebagai wakil rakyat karena merugikan hak konstitusional seluruh rakyat Indonesia.

Karenanya, para pemohon meminta mengeluarkan referendum pembubaran DPR atau setidaknya membubarkan salah satu keanggotaan DPR dan atau melakukan pemilu legislatif dan pemilihan presiden ulang.
Tags: