Daftar Entitas Fintech Ilegal Semakin Bertambah
Berita

Daftar Entitas Fintech Ilegal Semakin Bertambah

Total entitas fintech peer to peer lending ilegal yang sudah ditindak oleh Satgas Waspada Investasi sejak tahun 2018 hingga November 2019 sebanyak 1.898 entitas.

RED
Bacaan 2 Menit

 

Tongam menjelaskan bahwa kegiatan 182 entitas ini  berbahaya karena memanfaatkan ketidakpahaman masyarakat untuk menipu dengan cara iming-iming pemberian imbal hasil yang sangat tinggi dan tidak wajar. Total kegiatan usaha yang diduga dilakukan tanpa izin dari otoritas yang berwenang dan berpotensi merugikan masyarakat yang telah dihentikan oleh Satgas Waspada Investasi selama tahun 2019 sebanyak 444 entitas.

 

Baca:

 

Perlindungan Konsumen

Sebelumnya, telah terdapat berbagai pengaturan dalam industri fintech yang dibuat demi memenuhi aspek perlindungan konsumen. Salah satu pengaturan tersebut yaitu perusahaan fintech wajib menerapkan transparansi mengenai suku bunga dan biaya tambahan kepada konsumen seperti peminjam dan pemberi pinjaman.

 

Berdasarkan pedoman perilaku (code of conduct) Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terdapat batasan maksimal bunga pinjaman yang dikenakan kepada konsumen sebesar 0,8 persen per hari. Selain itu, terdapat biaya lain yang ditanggung peminjam seperti biaya yang timbul di muka (upfront fee), biaya asuransi atau pertanggungan lain, provisi, biaya keterlambatan, biaya pelunasan dipercepat.

 

Ketua Bidang Institusi dan Hubungan Masyarakat AFPI, Tumbur Pardede, mengatakan prinsip transparansi khususnya mengenai biaya dan bunga tersebut merupakan sudah menjadi kewajiban bagi perusahaan fintech seperti yang diatur dalam pedoman perilaku. Penerapan prinsip transparansi tersebut dapat terlihat dalam aplikasi hingga kontrak yang diterbitkan perusahaan fintech.

 

“Implementasi transparansi ini terlihat dalam kontrak. Memang penerapannya bisa beragam ada perusahaan yang menerangkan 2 persen per bulan atau 12 persen per annual tergantung perusahaannya. Umumnya, informasi bunga yang di website itu untuk lender (peminjam) sedangkan bunga untuk borrower melalui ekosistem,” jelas Tumbur Oktober lalu.

 

Tumbur juga menjelaskan perusahaan fintech yang telah terdaftar di OJK sebagian besar sudah menerapkan prinsip transparansi tersebut. Bahkan, terdapat perusahaan fintech yang menyediakan fasilitas teknologi kecerdasan artifisial untuk menerangkan biaya-biaya pinjaman tersebut. Teknologi ini umumnya terdapat pada layanan pinjaman konsumtif.

 

Sementara itu, prinsip transparansi ini belum ditemukan pada perusahaan fintech ilegal. Tumbur menjelaskan konsumen sering menjadi korban akibat layanan tersebut karena membengkaknya biaya pinjaman yang harus dikembalikan. Selain itu, perusahaan fintech ilegal juga sering melakukan tindakan intimidatif dan kekerasan dalam penagihan.

Tags:

Berita Terkait