Dari Jaminan Sosial, Sampai Perlindungan TKI
Berita

Dari Jaminan Sosial, Sampai Perlindungan TKI

Tuntutan para buruh di peringatan Hari Buruh Sedunia, 1 Mei.

Oleh:
IHW
Bacaan 2 Menit

 

Jeritan TKI

Peringatan Hari Buruh Sedunia tak cuma dilakukan para buruh Indonesia di dalam negeri. Melainkan juga para buruh migran alias Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri. Di Belanda, para buruh Indonesia yang tergabung dalam Indonesian Migrant Workers Union Netherlands (IMWU NL) menuntut pemerintah melindungi hak setiap warga negara Indonesia yang ada di Belanda tanpa membedakan status.

 

Perlindungan ini penting karena banyak warga negara Indonesia yang bekerja di Belanda tak memiliki perpanjangan izin tinggal dan kerja (pekerja tak terdokumentasi). “Bahwa para pekerja tak terdokumentasi ini adalah korban penipuan dan pemerasan yang dilakukan oleh agen-agen di Indonesia dan di Belanda yang mengiming-imingi kerja layak dan upah besar di Belanda serta memeras pekerja untuk membayar upah agen yang besar,” demikian Ketua IMWU NL, Slamet Heri Sutarjo dalam siaran persnya yang diterima hukumonline.

 

Dari Hong Kong, peringatan Hari Buruh Sedunia dimanfaatkan para TKI untuk menuntut penghapusan Kartu Tenaga Kerja Luar Negeri (KTKLN). Sebab, penerbitan KTKLN menjadi modus baru untuk memeras para TKI.

 

“Selama dua minggu terakhir ini, banyak BMI yang menelpon kami untuk kejelasan soal KTKLN ini. Disini para agen penempatan langung menawarkan pembuatan KTKLN sebesar 1000-1500 HK$ (atau sekitar Rp1,1 juta hingga Rp1,6 juta). Ini merupakan ladang pemerasan baru, karena seharusnya KTKLN ini tidak dipungut biaya” ujar Antik Pristiwahyudi, Ketua IMWU Hong Kong dalam siaran persnya yang diterima hukumonline.

 

Selain menuntut dua isu perlindungan itu, para serikat buruh TKI di luar negeri itu mendesak pemerintah untuk segera merevisi UU No 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia sekaligus meratifikasi Konvensi PBB tahun 1990 mengenai Perlindungan hak-hak buruh migran dan keluarganya.

 

Tuntutan serupa dilontarkan Komisi Hukum Nasional, lembaga yang dibentuk untuk memberikan saran dan rekomendasi di bidang hukum kepada presiden. Lewat siaran persnya, Komisi Hukum melihat negara tak serius melindungi TKI. Salah satu buktinya adalah UU No 39/2004 itu.

 

Dari 109 pasal yang ada di undang-undang itu, hanya delapan pasal yang mengatur perlindungan. Selebihnya lebih menitikberatkan pada aspek tata-niaga yang berorientasi bisnis daripada jaminan negara dalam melindungi TKI.

 

Mindset (negara, red) ‘mencari keuntungan’ dalam pengurusan TKI, sehingga menempatkan TKI terus menjadi ‘korban’,” demikian Ketua Komisi Hukum, Prof. J.E. Sahetapy.

Tags: