Dinilai Cacat Formil, MK Putuskan Status Keberlakuan UU Cipta Kerja
Utama

Dinilai Cacat Formil, MK Putuskan Status Keberlakuan UU Cipta Kerja

Memerintahkan UU Cipta Kerja untuk diperbaiki dalam jangka waktu selama 2 tahun; UU Cipta Kerja masih berlaku; jika tidak diperbaiki UU Cipta Kerja inkonstitusional permanen; menangguhkan kebijakan strategis dan tidak menerbitkan peraturan pelaksana baru. Ini pengujian formil UU pertama yang dikabulkan MK.

Oleh:
Agus Sahbani
Bacaan 5 Menit
Ketua MK Anwar Usman. Foto: RES
Ketua MK Anwar Usman. Foto: RES

Genap setahun, Mahkamah Konstitusi (MK) mengakhiri polemik proses terbitnya UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja meskipun tidak dengan suara bulat. Ada 4 hakim konstitusi mengajukan dissenting opinion (pendapat berbeda) yakni Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Anwar Usman, Manahan MP Sitompul, dan Daniel Yusmic P. Foekh. Intinya, mereka menilai UU Cipta Kerja konstitusional karena UU Pembentukan Peraturan Perundang-undangan meski tidak mengatur metode omnibus law, tapi dalam praktik pembentukan undang-undang sudah diterapkan. 

Tapi dalam amar putusannya, MK memutuskan mengabulkan sebagian pengujian formil UU Cipta Kerja. Dalam amar putusannya, MK menyatakan UU Cipta Kerja dinilai cacat formil dan inkonstitusional bersyarat dengan menentukan beberapa implikasi atas berlakunya UU tersebut. “Mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian,” ucap Ketua Majelis MK Anwar Usman saat membacakan Putusan MK No.91/PUU-XVIII/2020 dari ruang sidang MK, Kamis (25/11/2021). (Baca Juga: Uji Formil UU Cipta Kerja, Pemohon Minta Hakim MK Independen dan Obyektif)

Permohonan bernomor 91/PUU-XVIII/2020 ini diajukan Hakiimi Irawan Bangkid Pamungkas (karyawan/mantan pekerja PKWT); Muchtar Said; Ali Sujito (mahasiswa); Anis Hidayah (Migrant Care); Badan Koordinasi Kerapatan Adat Nagari Sumatera Barat; dan Mahkamah Adat Alam Minangkabau.  

Mereka menilai proses pembentukan UU Cipta Kerja sejak pembahasan, persetujuan bersama, hingga pengesahan oleh Presiden pada 2 November 2020 melanggar Pasal 20 ayat (4) UUD 1945 dan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yang baik sebagaimana diatur Pasal 5 huruf c, huruf f, huruf g, dan Pasal 72 ayat (2) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan seperti diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019 (UU Pembentukan Peraturan) sebagai amanat Pasal 22A UUD 1945.

Seperti asas kejelasan tujuan; kedayagunaan dan kehasilgunaan; kejelasan rumusan; keterbukaan; dan berubah-ubahnya UU Cipta Kerja baik sisi jumlah halaman maupun diduga substansinya. Menurut pemohon, adanya perubahan substansi RUU Cipta Kerja setelah persetujuan bersama DPR dan Presiden melanggar tahapan pembentukan peraturan perundang-undangan. Untuk itu, Pemohon meminta MK menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja tidak memenuhi ketentuan pembentukan UU berdasarkan UUD Tahun 1945.          

Ada beberapa hal yang termuat dalam amar putusan MK ini. Pertama, menyatakan pembentukan UU Cipta Kerja bertentangan dengan UUD Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 tahun sejak putusan ini diucapkan”.

Kedua, menyatakan UU Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan ini. Ketiga, memerintahkan kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan, maka UU Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Tags:

Berita Terkait