Dissenting, Prof Saldi Isra Ungkap Sebab Pemilu Tidak Berjalan Jurdil
Melek Pemilu 2024

Dissenting, Prof Saldi Isra Ungkap Sebab Pemilu Tidak Berjalan Jurdil

Terjadi ketidaknetralan sebagian penjabat kepala daerah termasuk perangkat daerah yang menyebabkan pemilu tidak berlangsung secara jujur dan adil.

Ady Thea DA
Bacaan 5 Menit

Tapi, sebagai pihak yang dinilai memberikan dukungan terhadap salah satu pasangan calon. Dampak yang dikhawatirkan adalah peserta pemilu tidak bermain pada lapangan kontestasi yang sama (a same level of playing field). Terlebih, ketika tahap kampanye berlangsung, kunjungan kerja Presiden ke daerah intensitasnya meningkat dibanding sebelumnya.

Terungkap dalam persidangan, Menteri Sosial Tri Rismaharini yang bertanggung jawab terhadap pemberian bansos, mengaku tidak pernah terlibat dan/atau dilibatkan dalam permberian atau penyaluran bansos secara langsung di lapangan. Sebaliknya malah sejumlah menteri lainnya aktif membagikan bansos ke masyarakat terutama periode kampanye. Kunjungan ke masyarakat itu kerap menyampaikan pesan ‘bersayap’ yang dapat dimaknai sebagai bentuk dukungan atau kampanye terselubung bagi pasangan calon tertentu.

Padahal, ketika kegiatan para menteri membagikan dana bansos atau dana lain yang berasal dari APBN, norma Pasal 281 ayat (1) UU Pemilu antara lain menyatakan, “menteri harus memenuhi ketentuan: a. tidak menggunakan fasilitas dalam jabatannya, kecuali fasilitas pengamanan bagi pejabat negara sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. menjalani cuti di luar tanggungan negara.”

Penggunaan anggaran negara/daerah oleh petahana, pejabat negara, ataupun oleh kepala daerah demi memenangkan salah satu peserta pemilihan yang didukungnya dapat dimanfaatkan sebagai celah hukum dan dapat ditiru menjadi bagian dari strategi pemilihan. Dengan menyatakan dalil a quo terbukti, Prof Saldi berharap itu menjadi pesan jelas dan efek kejut (deterrent effect) kepada semua calon kontestan dalam pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah bulan November 2024 mendatang agar tidak melakukan hal serupa.

Netralitas penjabat kepala daerah

Soal dalil mobilisasi aparat/aparatur negara/penyelenggara negara, Prof Saldi menjelaskan netralitas penjabat (Pj.) kepala daerah dalam proses pemilu kerap muncul dalam fakta persidangan. Pj kepala daerah yang terdapat di sekitar tahapan Pemilu 2014, termasuk Pilpres, merupakan konsekuensi masa transisi menuju penyelenggaraan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah serentak nasional pada bulan November 2024.

Menurutnya, Pj kepala daerah bukan berasal dari hasil pemilu, tetapi ditunjuk oleh Menteri Dalam Negeri atau Presiden. Secara normatif, eksistensi Pj kepala daerah didasarkan pada norma Pasal 201 ayat (9), ayat (10), dan ayat (11) UU No.10 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU No.1 Tahun 2015 tentang Penetapan Perppu No.1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota Menjadi UU. Selain itu netralitas kepala desa termasuk yang didalilkan para pemohon.

Prof Saldi mencatat Pj kepala daerah dan pengerahan kepala desa yang terjadi, antara lain, di Sumatera Utara, Jakarta, Banten, Jawa Tengah, Kalimantan Barat, dan Sulawesi Selatan. Bentuk ketidaknetralan Pj. kepala daerah, di antaranya, berupa penggerakan ASN, pengalokasian sebagian dana desa sebagai dana kampanye, ajakan terbuka untuk memilih pasangan calon yang memiliki komitmen jelas untuk kelanjutan IKN, pembagian bantuan sosial atau bantuan lain kepada para pemilih dengan menggunakan kantong yang identik dengan identitas pasangan calon tertentu.

Penyelenggaran kegiatan massal dengan mengenakan baju dan kostum yang menonjolkan keberpihakan kepada pasangan calon tertentu, pemasangan alat peraga kampanye (APK) di kantor-kantor pemerintah daerah, serta ajakan untuk memilih pasangan calon di media sosial dan gedung milik pemerintah.

Namun tidak semua pelanggaran yang dilaporkan kepada Bawaslu itu terbukti karena ada yang tidak memnuhi syarat formil atau materil. Tapi Prof Saldi mengatakan Bawaslu tidak memberitahu persyaratan apa yang dianggap kurang lengkap. Hal itu dapat dilihat sebagai cara Bawaslu menghindar untuk memeriksa substansi laporan pelanggaran pemilu.

“Saya berkeyakinan bahwa telah terjadi ketidaknetralan sebagian Pj. kepala daerah termasuk perangkat daerah yang menyebabkan pemilu tidak berlangsung secara jujur dan adil. Semuanya ini bermuara pada tidak terselenggaranya pemilu yang berintegritas. Dengan demikian, dalil Pemohon a quo beralasan menurut hukum.”

Tags:

Berita Terkait