DJSN Ingatkan Dampak Kenaikan Iuran JKN
Berita

DJSN Ingatkan Dampak Kenaikan Iuran JKN

Antara lain peserta turun kelas perawatan, peserta nonaktif, dan calon peserta enggan mendaftar. Tapi ada dampak positifnya yakni keberlanjutan program, perbaikan pelayanan peserta, dan terjaminnya pembayaran klaim kepada fasilitas kesehatan.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit

 

Tubagus mencatat ada sejumlah upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan layanan kepada peserta. Misalnya, optimalisasi aplikasi mobile JKN, memperbaiki sistem rujukan, reward kepada peserta yang rutin membayar iuran, meningkatkan pelayanan di RS, dan memangkas antrian. BPJS Kesehatan juga perlu meningkatkan pelayanan di aspek pendaftaran, pembayaran iuran dan klaim, serta keterbukaan informasi. Untuk menghadapi potensi peserta yang turun kelas perawatan, Tubagus menyarankan agar pemerintah memastikan RS meningkatkan supply set. Misalnya, menambah jumlah ruang perawatan kelas III.

 

Direktur Perluasan dan Pelayanan BPJS Kesehatan Andayani Budi Lestari mengatakan pihaknya berupaya memberi layanan terbaik bagi peserta. Mengenai peserta JKN yang “dinomorduakan” dalam mengakses pelayanan di RS, Andayani mengatakan ada RS yang mayoritas pasiennya merupakan peserta JKN, termasuk di RS pemerintah yang berbiaya mahal. “Kalau kemudian ada peserta yang merasa dinomorduakan, lantas yang nomor satunya siapa?”

 

Soal antrian panjang, Andayani mengatakan itu karena akses peserta ke fasilitas kesehatan meningkat. Sebelum ada program JKN-KIS, masyarakat yang mengalami penyakit berat cenderung tidak berani ke RS karena biayanya mahal. Tapi sekarang masyarakat yang menjadi peserta JKN-KIS dapat mudah mengakses pelayanan di fasilitas kesehatan.

 

Sebelumnya, Dirut BPJS Kesehatan Fachmi Idris mengatakan pihaknya sudah mengantisipasi peserta yang berpotensi turun kelas perawatan dan menunggak akibat kenaikan iuran. Peserta yang turun kelas perawatan diyakini tidak akan menambah masalah defisit dana jaminan sosial JKN. Untuk peserta yang menunggak iuran, Fachmi mengatakan BPJS Kesehatan akan melakukan penagihan dengan cara yang baik mulai dari menelpon peserta sampai menyambangi peserta yang menunggak melalui kader JKN.

 

Untuk pengenaan sanksi berupa tidak mendapat pelayanan publik tertentu, Fachmi mengatakan regulasinya masih digodok. “Nanti akan ada sanksi misalnya, harus lunas iuran BPJS dulu kalau mau mengurus SIM dan paspor. Kami masih membahas ini dengan semua pihak, nanti bakal diterbitkan Inpresnya,” kata Fachmi.

 

Peneliti Lokataru Muhammad Elfiansyah menolak rencana kenaikan iuran JKN sebagaimana tertuang dalam Perpres No.75 Tahun 2019 tentang Perubahan Atas Perpres No.82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Kenaikan iuran ini harus dibatalkan karena BPJS Kesehatan dinilai belum optimal dalam memberi pelayanan terhadap masyarakat. Kenaikan iuran ini diyakini bakal memberatkan masyarakat. “Kami menolak kenaikan iuran JKN. BPJS Kesehatan harus dievaluasi terlebih dulu sebelum menaikan iuran,” katanya dalam jumpa pers di Jakarta, Rabu (7/11/2019) lalu.

 

Elfiansyah mengingatkan BPKP telah melakukan audit terhadap BPJS Kesehatan. Hasil audit itu harus dijalankan serius oleh BPJS Kesehatan dan menyampaikannya kepada publik. Dari hasil audit BPKP itu dia melihat masih ada badan usaha yang belum mendaftarkan pekerja dan keluarganya menjadi peserta JKN, ada juga NIK peserta PBI yang tidak valid. Kemudian ICW juga menemukan terjadi 49 jenis kecurangan (fraud) dalam pelaksanaan JKN.

Tags:

Berita Terkait