Doktor Hukum Medis Pertama di Indonesia
Terbaru

Doktor Hukum Medis Pertama di Indonesia

Dengan ditetapkannya ia sebagai Doktor ke-20 di Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Risma Situmorang juga menjadi 'Doktor Hukum Medis Pertama' di Indonesia.

Tim Publikasi Hukumonline
Bacaan 2 Menit
Risma Situmorang saat mempertahankan disertasinya dalam Ujian Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Tarumanegara. Foto: istimewa.
Risma Situmorang saat mempertahankan disertasinya dalam Ujian Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum Universitas Tarumanegara. Foto: istimewa.

Ketua Bidang Hubungan Antar Lembaga Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Jakarta Pusat (DPC Peradi Jakpus), Risma Situmorang resmi menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum pada Program Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Tarumanegara, usai mempertahankan disertasinya yang berjudul 'Penyelesaian Sengketa Medis yang Berkeadilan Menuju Pembaruan Hukum Medis Nasional' pada Kamis (28/7). Dengan ditetapkannya ia sebagai Doktor ke-20 di Fakultas Hukum Universitas Tarumanegara, Risma juga menjadi 'Doktor Hukum Medis Pertama' di Indonesia.

 

“Yang bersangkutan (Risma) dinyatakan lulus doktor dengan predikat sangat memuaskan,” kata Rektor Universitas ‎Tarumanagara, Agustinus Purna Irawan membacakan Putusan Sidang Terbuka.

 

Bertempat di Auditorium Universitas Tarumanegara, Ujian Disertasi Program Doktor Ilmu Hukum ini dilaksanakan oleh Promotor, Prof. Dr. Ahmad Sudiro, S.H., M.H., M.M., M.Kn.; Co-Promotor I, Prof. Dr. Basuki Rekso Wibowo, S.H., M.S.; dan Co-Promotor II, Dr. Ariawan Gunadi, S.H., M.H. Melalui disertasinya, Risma berharap hukum medis yang menjadi fokus, dapat bermanfaat bagi pasien, keluarga pasien, tenaga medis, dan rumah sakit.

 

Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran sendiri, secara limitatif dan rinci tidak memberikan batasan tentang definisi malapraktik. Kendati undang-undang tersebut telah mengatur hak dan kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter dalam setiap tindakan medis; serta dalam melaksanakan tindakan medis, dokter tidak terlepas dari tanggung jawab hukum, baik secara perdata, pidana, maupun administrasi—masyarakat atau pasien yang merasa dirugikan dari tindakan yang timbul sebagai dugaan malapraktik masih mengalami hambatan atau kesulitan di dalam memperjuangkan haknya.  

 

Adapun salah satu masukan yang diberikan oleh Risma terkait disertasinya, adalah dengan membentuk pengadilan medis. Menurutnya, meski tidak ada satu pun dokter yang berniat untuk melakukan kesalahan, pun di tengah berkembangnya peralatan medis yang canggih dan mutakhir; harus diakui bahwa pengendali utama dalam tindakan medis adalah manusia. Hal ini ditambah, kurangnya pemahaman tentang adanya suatu lembaga yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Praktik Kedokteran Bab 1 Pasal 14 jo Pasal 55 UU No. 29 Tahun 2004 yang mengatur tentang Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI).

 

“Apa yang saya dapatkan akan terus saya bagikan kepada masyarakat, khususnya kepada pasien, masyarakat, dan dokter-dokter. Saya berharap, sudah ada interdisipliner ilmu hukum medis, untuk dapat saling mengisi dan menjadi salah satu tindakan preventif,” kata Risma.

 

Mewakili seluruh pengurus, Ketua DPC Peradi Jakpus, Arman Hanis menyampaikan ucapan selamat atas ditetapkannya Risma Situmorang sebagai Doktor Ilmu Hukum. "Semoga ilmu dan hasil disertasi Bu Risma dapat bermanfaat bagi pengembangan hukum ilmu medis di Indonesia," ujarnya.

 

Artikel ini merupakan kerja sama antara Hukumonline dengan Dewan Pimpinan Cabang Perhimpunan Advokat Indonesia Jakarta Pusat (DPC Peradi Jakpus).

Tags: