DPR Minta Perlu Penyeragaman Makna Radikal
Berita

DPR Minta Perlu Penyeragaman Makna Radikal

Agar pejabat negara tidak sembarang menuding agama dan kelompok tertentu sebagai radikal. Dibutuhkan penyeragaman makna dan definisi radikal dan radikalisme yang tepat, bila perlu diatur dalam UU.

Rofiq Hidayat
Bacaan 2 Menit

 

Namun dalam Pasal 43 UU 5/2018 mengatur tentang definisi kontra radikalisasi. Pasal 43 ayat (1) UU 5/2018 menyebutkan, Kontra radikalisasi merupakan suatu proses yang terencana, terpadu, sistematis, dan berkesinambungan yang dilaksanakan terhadap orang atau kelompok orang yang rentan terpapar paham radikal Terorisme yang dimaksudkan untuk menghentikan penyebaran paham radikal Terorisme.”

 

Sedangkan “Deradikalisasi merupakan terencana, terpadu, berkesinambungan yang menghilangkan atau membalikkan pemahaman telah terjadi.

 

Bagi Arsul, lembaga yang berwenang berkewajiban mensosialisasikan makna radikal dan radikalisme yang tepat terhadap semua instansi pemerintahan. Sehingga, ada penyeragaman makna dan definisi radikal dan radikalisme. Sehingga, pejabat negara tidak mudah menuding atau mencap seseorang atau kelompok dan agama tertentu sebagai radikal.

 

“Perlu batasan dan melakukan sosialiasasi kepada pejabat negara untuk tidak gampang melabeli satu kelompok hanya karena penampilan fisik dengan radikal,” katanya.

 

Habiburokhman sependapat dengan pandangan Arsul. Menurutnya, penggunaan diksi radikal di tengah masyarakat perlu diingatkan terus-menerus agar tidak sembarangan melabeli agama dan kelompok tertentu sebagai radikal. “Kalau radikal dimaknai seperti sekarang ini, aktivis mahasiswa saat melengserkan rezim Orde Baru bisa dicap sebagai radikal dong?   Padahal, radikal saat itu bermakna sebagai gerakan yang menghendaki perubahan,” kata dia.

 

“Kini, radikal disematkan ke gerakan agama tertentu yang cenderung sebagai kelompok “kanan”.

 

Karena itu, dia meminta penggunaan diksi radikal di tengah masyarakat perlu dievaluasi dan diberi definisi yang jelas dan tepat. “Jadi definisi radikal yang tidak tepat, harus kita sampaikan. Seharusnya juga bukan deradikalisasi, tapi reedukasi,” katanya.

 

Sebagai informasi, rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dengan BNPT ini dihadiri sejumlah petinggi pimpinan lembaga tersebut. Namun, di pertengahan rapat ini, Kepala BNPT Komisaris Jenderal (Komjen) Suhardi Alius meminta izin pergi ke luar negeri untuk acara yang tidak bisa ditinggalkan.

Tags:

Berita Terkait