Dua Kementerian Setuju Ratifikasi Statuta Roma
Berita

Dua Kementerian Setuju Ratifikasi Statuta Roma

Menunggu narasi yang jelas agar diterima semua pihak.

Ady
Bacaan 2 Menit

Bhatara menekankan agar pemerintah serius dalam melakukan upaya untuk meratifikasi Statuta Roma. Menurut Bhatara ratifikasi ini bukan soal kepentingan asing, pesanan asing ataupun lainnya, tapi lebih kepada kepentingan bersama bangsa Indonesia.

Anggota Komisi I DPR, Sidarto Danusubroto, mengatakan mendukung ratifikasi Statuta Roma. “Kapan pemerintah mau ajukan ratifikasi Statuta Roma?,” tanya Sidarto.

Menurut Direktur HAM dan Kemanusiaan, Direktorat Jenderal Multilateral, Kemlu, Muhammad Anshor, Kemlu mendukung ratifikasi Statuta Roma. Namun yang harus ditekankan menurut Anshor adalah narasi yang jelas atas Statuta Roma sehingga semua pihak dapat memahami dengan benar. Menurutnya pemerintah sudah berkomitmen untuk meratifikasi Statuta Roma sejak 1998.

Anshor menampik tuduhan yang menyebut bahwa ratifikasi Statuta Roma untuk melayani kepentingan asing. Pasalnya, ratifikasi tersebut adalah salah satu instrumen yang dibutuhkan Indonesia untuk menegakkan HAM. Melihat respon di berbagai lembaga negara atas ratifikasi Statuta Roma, Anshor menyebut tidak ada satupun yang melakukan reservasi.

Selain itu dengan meratifikasi Statuta Roma, Anshor melanjutkan, dapat meningkatkan posisi Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang terdepan dalam mengupayakan penegakkan HAM. “Kita mau menjunjung tinggi peradaban dan perdamaian dunia,” ucapnya.

Senada, Kasubdit Kerjasama Luar Negeri Ditjen HAM Kemenkumham, Dhahana Putra, menyebut pemerintah sepakat untuk melakukan ratifikasi Statuta Roma, namun langkah itu tidak dilakukan dengan tergesa-gesa. Sampai saat ini Dhahana mengaku belum melihat ada kementerian yang menolak untuk melakukan ratifikasi Statuta Roma.

Dhahana menyebutkan ada rencana untuk merevisi UU Pengadilan HAM, namun dia belum dapat memastikan kapan rencana itu akan bergulir. Salah satu yang paling disorot dalam UU Pengadilan HAM adalah soal hukum acara. Selama ini, hukum acara yang dipakai dalam Pengadilan HAM menurut Dhahana sama dengan hukum acara pidana biasa yang termaktub dalam KUHAP.

Menurut Dhahana dalam konteks pengadilan HAM, hukum acara itu harus bersifat khusus karena pengadilan HAM dibentuk untuk mengadili kasus kejahatan pidana luar biasa. Sedangkan dalam KUHAP, hukum acara yang digunakan hanya untuk kasus kejahatan pidana biasa.

Ke depan Dhahana berpendapat jika Statuta Roma sudah di ratifikasi dan UU Pengadilan HAM sudah direvisi, maka kedua regulasi itu akan berjalan secara paralel dalam sistem hukum nasional. Dhahana melihat kedua regulasi itu sifatnya saling melengkapi, di satu sisi Statuta Roma dengan aturan tentang ICC sebagai pelengkap, sedangkan UU Pengadilan HAM sebagai instrumen utama untuk menuntaskan kasus pelanggaran HAM berat. “Karena Statuta Roma sifatnya komplementer,”pungkasnya.

Tags: