Dua Opsi Bagi Kejaksaan Setelah Putusan Lepas Karen Agustiawan
Berita

Dua Opsi Bagi Kejaksaan Setelah Putusan Lepas Karen Agustiawan

Kejaksaan masih mempelajari isi putusan.

Aji Prasetyo
Bacaan 2 Menit

Tapi kenyataannya penegak hukum tetap mengajukan PK, seperti yang terjadi dalam perkara dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan terdakwa Syafruddin Arsyad Tumenggung. Setelah majelis kasasi melepaskan Syafruddin dari segala tuntutan hukum, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menangani perkara tersebut tetap mengajukan PK ke MA. “Sudah selesai pembuktian dan penyerahan kesimpulan,” kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri saat ditanya kelanjutan pengajuan PK Syafruddin.

Direktur Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada (Pukat UGM) Oce Madril lebih sepakat jika Kejaksaan Agung mengambil langkah ajukan gugatan perdata. Tujuannya menurut Oce, untuk mengembalikan kerugian keuangan negara yang mencapai Rp568 miliar. “Nah kalau ada kerugian maka bisa pake mekanisme gugatan perdata, Kejaksaan Agung tentu punya opsi itu,” ujar Oce.

MA telah memutuskan dugaan korupsi atas nama terdakwa Karen Agustiawan. Mantan Dirut Pertamina itu divonis lepas dari tuntutan, yang berakibat ia harus dikeluarkan dari tahanan. Juru Bicara MA Andi Samsan Nganro mengatakan putusan tersebut diketok pada Senin, 9 Maret 2020 oleh lima hakim agung yaitu Suhadi sebagai ketua majelis, Krisna Harahap, Abdul Latif, Mohammad Askin dan Sofyan Sitompul selaku anggota.

(Baca juga: Business Judgment Rule, Alasan di Balik Lepasnya Eks Dirut Pertamina).

Para hakim agung berpendapat apa yang dilakukan Karen merupakan risiko bisnis sehingga bukan merupakan tindakan pidana. Putusan ini sendiri bersuara bulat, tidak ada satu pun hakim agung menyatakan dissenting opinion. “Apa yang dilakukan Terdakwa Karen adalah Business Judgement Rule (BJR)  dan perbuatan itu bukan merupakan tindak pidana,” kata Andi Samsan saat dikonfirmasi hukumonline.

Andi mengatakan, menurut majelis kasasi putusan direksi dalam suatu aktivitas perseroan tidak dapat diganggu gugat oleh siapapun. Meskipun, pada akhirnya keputusan itu merugikan keuangan bagi perseroan termasuk BUMN seperti yang dananya merupakan penyertaan keuangan negara, hal itu merupakan risiko bisnis. “Bertolak dari karakteristik bisnis yang sulit untuk diprediksi (unpredictable) dan tidak dapat ditentukan secara pasti,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait