Dua Syarat Jadi Kepala Daerah Dianggap Melanggar Konstitusi
Berita

Dua Syarat Jadi Kepala Daerah Dianggap Melanggar Konstitusi

Yang dibidik syarat umur 20 tahun dan bebas pidana penjara 5 tahun atau lebih. Pemohon mendalilkan dipenjara karena menjalankan hukum adat. Bagaimana dengan tahanan politik?

CRP
Bacaan 2 Menit

Pada Maret 2007 Matu terganjal mencalonkan diri menjadi Wakil Bupati Takalar karena pernah menjalani hukuman penjara. Ia terbukti melakukan percobaan pembunuhan berencana. Padahal, menurut Januardi S Hariwibowo, Kuasa hukum Matu, kliennya itu dibui karena melaksanakan adat setempat  yang disebut dengan siri'.

Diceritakan Januardi, Matu melakukan perbuatannya demi membela martabat dan harga diri keluarga besarnya. Alasannya saudara kandung dari istri Matu dinodai oleh kakak ipar istri Matu. Bahkan pria itu mencoba memperkosa istri Matu. Keluarga besarnya memutuskan agar Matu mewakili keluarga melakukan pemenuhan Siri' terhadap sang pria.

Januardi menceritakan konsep adat siri' yang dipercaya tiga suku (Bugis-Toraja dan Mandar), menempatkan harga diri pada urutan tinggi. Sehingga karena rasa malu, seseorang bisa saja melakukan pembelaan diri. Bahkan sampai mencoba membunuh si penyebab rasa malu. Justru jika seseorang tak melakukan siri', ia akan menanggung hukuman masyarakat adat setempat yakni rasa malu. Sebab, di masyarakat Takalar, Orang yang memiliki siri' baru dianggap sebagai manusia, kata Januardi. 

Pada sidang sebelumnya,  Januardi mengatakan, syarat dalam UU Pemda tersebut sama saja dengan pemidanaan seumur hidup. Sebab, seorang terpidana yang sudah menjalani hukuman sama saja tak dilahirkan kembali sebagai manusia yang punya hak sama dengan lainnya. Lagipula, pemohon ini kan sebenarnya menjalankan kewajiban adat, ujar Januardi.

Januardi menambahkan konstruksi  syarat pada Pasal 58 huruf f UU Pemda itu sangat lemah legal reasoningnya. Semestinya ada ketentuan spesifik tindak pidana yang jelas-jelas membahayakan kehidupan masyarakat atau ketertiban umum, seperti terorisme, korupsi, pemerasan, dan lain lain-lain.

Selain itu Januardi juga menegaskan bahwa ketentuan syarat dalam Pasal tersebut mestinya dibatasi dengan masa tertentu setelah seseorang menjalani masa pemidanaan. Matu sendiri sudah selesai menjalani masa hukuman pada tahun 1987, namun status bekas narapidana masih melekat pada dirinya. Padahal sangat mungkin seseorang yang sudah menjalani masa pemidanaan puluhan tahun lalu, kini  dipercaya masyarakat menjadi pemimpin  dan ia sama sekali tidak pernah berbuat tercela di depan umum, ujarnya.

Sekaligus 5 UU

Selain diajukan oleh Muhlis Matu, Pasal 58 huruf f pada UU Pemda juga diuji materiilkan oleh Hendry Yosodiningrat (Granat), Budiman Sudjatmiko (PDIP/mantan aktivis PRD) dan Ahmad Taufik (wartawan Majalah Tempo). Menurut kuasa hukum pemohon Arif Yusuf Amir dari Pusat Studi Hak Asasi Manusia  Universitas Islam Indonesia (PUSHAM UII), ketiga pemohon pernah dijatuhi pidana penjara yang telah berkekuatan hukum tetap dengan ancaman pidana lebih dari 5 tahun. Tapi mereka dipidana bukan karena sifat jahatnya, melainkan perbuatan yang tidak mereka inginkan apalagi dipikirkan sebagai perbuatan melawan hukum, ujar Arif.

Menurut Arif, syarat dalam Pasal 58 huruf f UU Pemda telah menghilangkan HAM terutama  hak politik dan hak keperdataan. Mereka telah dikebiri ketentuan UU dalam berpartisipasi menduduki jabatan publik, selama sisa umur hidup mereka, ujar Arif.

Selain UU Pemda, Hendry dan kedua pemohon lainnya itu tak tanggung-tanggung mengajukan empat UU lain yang mendasarkan pada masa ancaman pidana semata dalam menentukan syarat pencalonan. Sejumlah pasal itu antara lain, Pasal 6 UU No 23/2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, Pasal 16 ayat (1) huruf d UU No 24/2003 tentang MK, Pasal 7 ayat (2) huruf d UU No 5/2004 Tentang Mahkamah Agung, dan Pasal 13 huruf g UU No 15/2006 Tentang Badan Pemeriksa Keuangan.

Pasal-pasal dalam lima UU tersebut, ujar Arif, telah menyebabkan warga negara yang pernah dijatuhi pidana ancaman lebih dari 5 tahun menjadi kehilangan hak politik dan keperdataanya untuk dapat dicalonkan sebagai Presiden dan Wakil Presiden, Hakim Konstitusi, Hakim Agung, Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah, serta anggota BPK.

Tags: