Dua UU yang Harus Diperhatikan dalam Wacana Pembubaran 14 BUMN
Berita

Dua UU yang Harus Diperhatikan dalam Wacana Pembubaran 14 BUMN

Sebelum pembubaran dilakukan, Kementerian BUMN harus bisa menjelaskan kepada DPR dan publik tentang kriteria BUMN yang perlu dibubarkan, digabung, atau dilebur.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 3 Menit
Kementerian BUMN. Foto: RES
Kementerian BUMN. Foto: RES

Likuidasi atau pembubaran badan usaha milik negara (BUMN) jadi salah satu mekanisme yang diambil Kementerian BUMN untuk meningkatkan efesiensi, daya saing sekaligus menyehatkan perusahaan milik negara. Rencananya, terdapat 14 BUMN “sakit” yang akan dilikuidasi melalui PT Perusahaan Pengelolaan Aset (Persero) yang memiliki tugas utama mengelola aset milik negara. Lantas, ketentuan atau regulasi yang harus diperhatikan saat melikuidasi BUMN tersebut?

Terdapat berbagai ketentuan atau regulasi yang harus diperhatikan pemerintah saat melikuidasi BUMN tersebut. Praktisi hukum kepailitan serta Ketua Dewan Penasihat Asosiasi Kurator dan Pengurus Indonesia (AKPI), Jamaslin James Purba menyatakan pemerintah perlu mengacu Undang Undang 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas untuk melikuidasi BUMN. Ketentuan tersebut mengharuskan likuidasi BUMN berbentuk perseroan terbatas melalui keputusan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) seperti yang tercantum pada pasal 142 UU 40/2007.

James menambahkan likuidasi BUMN tersebut juga wajib melihat kewajiban-kewajiban yang harus diselesaikan sebelum dilikuidasi. Sehingga, pembubaran BUMN tersebut perlu menunjuk likuidator yang mengurus pembubaran, penanganan hutang-hutang, likuidasi aset-aset untuk pembayaran kewajiban seperti utang pajak, uang pesangon karyawan serta utang dagang kepada para kreditur.

“Kalau BUMN berbentuk perseroan terbatas maka prosedur pembubaran mengikuti ketentuan di UU PT, yaitu melalui Keputusan RUPS. Kalau menutup perusahaan melalui pembubaran maka ditunjuk likuidator yang akan mengurus pembubaran, menangani utang-utang, melikuidasi aset-aset untuk pembayaran kewajiban-kewajiban ke kreditur,” jelas James, Rabu (30/9). (Baca Juga: Menyoal Rangkap Jabatan Komisaris BUMN)

Sedangkan, BUMN berbentuk Perum maka proses likuidasinya merujuk pada Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara. Dalam pasal 83 PP 45/2005 menyatakan pembubaran Perum dapat terjadi karena ditetapkan oleh Peraturan Pemerintah berdasarkan usulan Menteri, jangka waktu berdiri yang ditetapkan dalam anggaran dasar telah berakhir, penetapan pengadilan, dicabutnya putusan pernyataan pailit oleh Pengadilan Niaga sebab harta pailit Perum tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan atau Perum dalam keadaan tidak mampu membayar (insolven) sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepailitan.

Sementara itu, Anggota Komisi VI DPR RI, Achmad Baidowi menyatakan rencana pembubaran 14 BUMN merupakan berita yang mengagetkan walaupun terdapat banyak BUMN yang tidak sehat dan layak dibubarkan. Dia menyebut seharusnya jumlah yang dibubarkan lebih dari 14 BUMN. Dia mengingatkan agar pembubaran BUMN nantinya tetap harus memenuhi tahapan dalam UU BUMN dan UU PT.

“Pembubaran BUMN bukan berarti sebuah kegagalan kementerian BUMN, karena memang banyak BUMN yang tidak sehat. Namun sebelum pembubaran dilakukan, Kementerian BUMN harus bisa menjelaskan kepada DPR dan publik tentang kriteria BUMN yang perlu dibubarkan, digabung, atau dilebur. Kriteria itu pun harus menjadi acuan dalam menyikapi kondisi semua BUMN yang ada,” jelas Baidowi.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait