Dalam dupliknya yang dibacakan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (21/1), terdakwa Syahril Sabirin pada intinya menegaskan bahwa banyak argumentasi serta fakta pokok yang disajikan oleh tim penasehat hukum dan dalam nota pembelaan yang sama sekali tidak dibantah oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Argumentasi pertama yang dikemukakan Syahril adalah mengenai latar belakang pengenaan status dirinya sebagai tersangka. Menurutnya, kalau majelis mendengarkan transkrip rekaman pembicaraan Marzuki Darusman dengan dirinya, maka akan sangat gamblang terlihat apa yang menjadi latar belakang dijadikan dirinya sebagai tersangka dan terdakwa kasus Bank Bali.
"Telah terjadi intimidasi oleh Jaksa Agung Marzuki Darusman agar saya mengundurkan diri. Jika tidak mundur, maka dirinya akan dijadikan sebagai tersangka kasus Bank Bali," tulis Syahril dalam dupliknya
Ia menambahkan, seorang Gubernur Bank Sentral yang sedang memikul tugas berat melanjutkan upaya pemulihan ekonomi setelah mengalami krisis yang hebat dipaksa untuk melepaskan jabatannya (non aktif) dengan memasukkannya ke dalam tahanan, semata-mata untuk memenuhi nafsu angkara murka seorang presiden.
Syahril juga menegaskan bahwa yang berwenang dan bertanggung jawab atas pelaksanaan Program Penjaminan berdasarkan Keppres No.26 Tahun 1998 adalah BPPN.
Wewenang ini semakin jelas tercermin dari kenyataan bahwa yang diberi wewenang oleh Menteri Keuangan untuk mencairkan dana yang ditampung pada rekening No.502.000.002 adalah BPPN dan bukan Bank Indonesia. Kedudukan Bank Indonesia di dalam program penjaminan adalah semata-mata untuk membantu BPPN.
Unsur politis
Pada bagian lain dupliknya, Syahril mengungkapkan bahwa dirinya menyadari bahwa kasus Bank Bali mengandung unsur politis, disamping kemungkinan adanya unsur perkara pidana atau perdata. Namun ia menyadari bahwa dirinya tidak mempunyai kemampuan untuk memastikan apakah ada atau tidak ada unsur pidana atau perdata dalam kasus ini.