Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta di Bawah Tangan
Oleh: Grace P. Nugroho, SH*)

Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia dengan Akta di Bawah Tangan

Perjanjian fidusia adalah perjanjian hutang piutang kreditor kepada debitor yang melibatkan penjaminan. Jaminan tersebut kedudukannya masih dalam penguasaan pemilik jaminan.

Bacaan 2 Menit

 

Pasal  372 KUHPidana menandaskan: Barang siapa dengan sengaja dan melawan hukum memiliki barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain, tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan diancam karena penggelapan, dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak sembilan ratus rupiah.

 

Oleh kreditor, tetapi ini juga bisa jadi blunder karena bisa saling melaporkan karena sebagian dari barang tersebut menjadi milik berdua baik kreditor dan debitor, dibutuhkan keputusan perdata oleh pengadilan negeri setempat untuk mendudukan  porsi masing-masing pemilik barang tersebut untuk kedua belah pihak.  Jika hal ini ditempuh maka akan terjadi proses hukum yang panjang, melelahkan dan menghabiskan biaya yang tidak sedikit. Akibatnya, margin yang hendak dicapai perusahaan tidak terealisir bahkan mungkin merugi, termasuk rugi waktu dan pemikiran.

 

Lembaga pembiayaan yang tidak mendaftarkan jaminan fidusia sebenarnya rugi sendiri karena tidak punya hak eksekutorial yang legal. Poblem bisnis yang membutuhkan kecepatan dan customer service yang prima selalu tidak sejalan dengan logika hukum yang ada. Mungkin karena kekosongan hukum atau hukum yang tidak selalu secepat perkembangan zaman. Bayangkan, jaminan fidusia harus dibuat di hadapan notaris sementara lembaga pembiayaan melakukan perjanjian dan transaksi fidusia di lapangan dalam waktu yang relatif cepat.

 

Saat ini banyak lembaga pembiayaan melakukan eksekusi pada objek barang yang dibebani jaminan fidusia yang tidak didaftarkan. Bisa bernama remedial, rof coll, atau remove. Selama ini perusahaan pembiayaan merasa tindakan mereka aman dan lancar saja. Menurut penulis, hal ini terjadi karena masih lemahnya daya tawar nasabah  terhadap kreditor sebagai pemilik dana. Ditambah lagi pengetahuan hukum masyarakat yang masih rendah.  Kelemahan ini termanfaatkan oleh pelaku bisnis industri keuangan, khususnya sektor lembaga pembiayaan dan bank yang menjalankan praktek jaminan fidusia dengan akta di bawah tangan.

 

Penulis juga mengkhawatirkan adanya dugaan pengemplangan pendapatan negara non pajak sesuai UU No. 20 Tahun 1997 Tentang Pendapatan Negara Non Pajak, karena jutaan pembiayaan (konsumsi, manufaktur dan industri) dengan jaminan fidusia tidak didaftarkan dan mempunyai potensi besar merugikan keuangan pendapatan negara.

 

Proses Eksekusi

Bahwa asas perjanjian pacta sun servanda yang menyatakan bahwa perjanjian yang dibuat oleh  pihak-pihak yang bersepakat, akan menjadi undang-undang bagi keduanya, tetap berlaku dan menjadi asas utama dalam hukum perjanjian. Tetapi terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia  di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi. Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga turunnya putusan pengadilan. Inilah pilihan yang prosedural hukum formil agar dapat menjaga keadilan dan penegakan terhadap hukum materiil yang dikandungnya. 

 

Proses ini hampir pasti memakan waktu panjang, kalau para pihak menggunakan semua upaya hukum yang tersedia.  Biaya yang musti dikeluarkan pun tidak sedikit. Tentu saja, ini sebuah pilihan dilematis. Dalih mengejar margin besar juga harus mempertimbangkan rasa keadilan semua pihak.  Masyarakat yang umumnya menjadi nasabah juga harus lebih kritis dan teliti dalam melakukan transaksi. Sementara bagi Pemerintah, kepastian, keadilan dan ketertiban hukum adalah penting.

 

*) Penulis adalah advokat pada Kantor Bantuan Hukum (KBH) Lampung dan Achmad Imam Ghozali, SH and Partner (Law Firm), yang beralamat di Jln. Anggrek No. 19 Rawa Laut. Bandar Lampung. Telp. (0721) 256801, hp. 0812 7200 395  e-mail. [email protected], [email protected]

 

Tags: