Elite dan Institusi
Tajuk

Elite dan Institusi

Jatuhnya rezim penguasa di manapun biasanya diikuti oleh sorak kemenangan siapapun yang mengklaim menjadi bagian dari perjuangan mendongkrak rezim lama. Pesta kemenangan, klaim kemenangan, tepuk dada dan suasana euforia tentu dimaklumi. Selanjutnya, masih dalam suasana pesta kemenangan, sang pemenang biasanya segera saja secara sistimatis melakukan penghancuran institusi warisan rezim lama dan pembersihan orang-orang rezim lama, pengaruh dan suasana kehidupannya. Semua yang berbau rezim lama akan dieliminasi, dihujat, dan dilecehkan.

Oleh:
Bacaan 2 Menit

Kita juga tidak berusaha cukup keras memunculkan perdebatan mengenai fungsi dan peran suatu lembaga atau badan negara atau kementerian bagi kepentingan publik. Jadi sudah saatnya kita berhenti melihat dan berfikir "apa dan siapa", dan segera saja memulai perdebatan terbuka mengenai pembangunan institusi, peran dan fungsinya untuk kepentingan orang banyak.

Sudah cukuplah kiranya waktu buat kita untuk mulai menghilangkan personifikasi elite pada jabatan-jabatan publik, dan menghilangkan kesakralan kepamongprajaan menjadi suatu hal yang sangat biasa dan merupakan bagian dari rutinitas kehidupan sehari-hari. Cara berfikir sederhananya, kita bayar pajak untuk menggaji mereka bekerja untuk melayani rakyat.

Kedua, sikap destruktif masyarakat terhadap apapun yang berbau rezim lama begitu kerasnya, sehingga analisa psikologis pun tidak mampu menjawab bagaimana kita bisa menyakiti "diri sendiri", karena bukankah sebagian besar dari kita atau produk kita merupakan bagian dari era lama?

Itu sebabnya mungkin kita sangat miskin bangunan kuno, dokumentasi kuno, dan jejak-jejak sejarah lainnya. Tentara habis dihujat karena keterlibatannya dalam upaya melanggengkan kekuasaan Orba. Padahal institusi TNI kita butuhkan untuk menjaga tapal batas Negara.

Mahkamah Agung kita lecehkan karena menjadi lembaga tertinggi yang kental mengesahkan praktek KKN dan gagal menjadi tonggak penegakan supremasi hukum. Eksekutif diragukan dan diuji setiap langkahnya sehingga pemerintahan lumpuh. Padahal harus ada institusi yang menggerakkan roda pemerintahan.

Masih banyak lagi contoh lainnya. Belum lagi penghancuran fasilitas fisik publik. Bentrokan sosial, tidak cukup puas dengan saling bunuh, tapi bangunan sekolah, keagamaan dan fasilitas publik lain dimusnahkan. Akibatnya, tentu membawa dampak rusaknya kehidupan keseharian dan paling mendasar dari masyarakat dari mulai tingkatan paling bawah sekalipun.

Kalau hari ini kita berkaca, tampaklah betapa coreng morengnya wajah kita, orang Indonesia, bangsa Indonesia, dan republik ini. Kita memperingati hari kemerdekaan yang ke-55, tapi nampaknya kita masih suka mencorengkan arang ke wajah sendiri seperti layaknya anak kecil atau orang tidak waras, atau mungkin pada usia 55 tahun kita masih boleh menjadi orang tua yang bermain-main.

Tags: