Ketika perhatian banyak wartawan dan mahasiswa terpusat ke ruangan rapat Pansus Trisakti dan Letjen Prabowo Subijanto, Muladi datang menemui pimpinan DPR RI, Akbar Tandjung dan Soetardjo Soerjogoeritno. Kali ini, kedatangannya ke DPR adalah untuk menyerahkan surat permohonan pengunduran dirinya dari posisinya sebagai calon Ketua MA.
Muladi muncul sebagai calon kuat Ketua MA setelah menyingkirkan para saingannya dalam proses fit and proper test yang dilakukan oleh Komisi II DPR RI. Selain Muladi, DPR juga meloloskan Bagir Manan sebagai calon Ketua MA.
Menurut Muladi, kekosongan Ketua MA yang berkepanjangan dan akan sangat membahayakan integritas MA. Pasalnnya, MA mempunyai peran yang sangat strategis dalam menumbuhkan sistem check and balances di antara lembaga-lembaga tinggi negara.
Political hostage
Konflik pun mulai muncul setelah presiden menolak usulan calon Ketua MA seperti yang disodorkan oleh DPR, yaitu Muladi dan Bagir Manan. Sementara DPR justru sebaliknya, saat itu DPR ngotot bahwa kedua nama tersebut sudah merupakan calon final yang diusulkan oleh DPR. Bahkan, para anggota komisi II DPR saat itu mengisyaratkan tidak akan adanya fit and proper test ulang untuk menjaring calon lainnya.
Dalam surat yang telah diserahkan kepada DPR itu, Muladi mengatakan bahwa secara pribadi dirinya telah merasa teraniaya secara politik (political slaughter) dan tersandera secara politik (political hostage).
Lebih lanjut Muladi menjelaskan bahwa pencalonan Ketua MA tersebut tidak lagi merupakan persoalan pribadi dirinya. Akan tetapi, telah menjadi kewenangan dan keputusan DPR RI sebagai lembaga tinggi negara.
Namun menurut mantan Menteri Kehakiman era Soeharto dan Habibie ini, dengan tidak digunakannya hak dan kewajiban hukum oleh kepala negara untuk memilih dan menetapkan Ketua, MA kekosongan Ketua MA menjadi berkepanjangan. Meskipun, dengan berbagai alasan dan disertai pula dengan permintaan Kepala Negara kepada DPR RI untuk mengajukan calon-calon lain.