Golkar Kecam Menkeu Soal Newmont
Utama

Golkar Kecam Menkeu Soal Newmont

Pengamat ekonomi berpendapat, sesuai PP No 1 Tahun 2008, pemerintah boleh membeli sisa tujuh persen saham divestasi Newmont.

Oleh:
M Agus Yozami/Ali Salmande
Bacaan 2 Menit
Menteri Keuangan dikecam Golkar soal Newmont. Foto: Sgp
Menteri Keuangan dikecam Golkar soal Newmont. Foto: Sgp

Tindakan pemerintah membeli sisa tujuh persen saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP) menuai kritik beberapa anggota dewan. Anggota Komisi XI DPR Nusron Wahid beranggapan, pembelian saham Newmont menggunakan instrumen PIP cacat hukum dan menyalahi UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara.

 

Usai sudah kisah rebutan saham divestasi Newmont. Pemerintah telah resmi membeli sisa tujuh persen saham divestasi perusahaan tambang tersebut. Saat ini, komposisi pemegang saham Newmont terdiri dari Nusa Tenggara Partnership B.V (49 persen), PT Multi Daerah Bersaing (24 persen), PT Pukuafu Indah (17,8 persen), PT Indonesia Masbaga Investama (2,2 persen), dan Pusat Investasi Pemerintah (7 persen)

 

Nusron Wahid mengatakan keputusan pemerintah dalam pembelian saham Newmont melalui dana PIP merupakan sebuah pelanggaran hukum. Menurutnya, Menteri Keuangan telah menyalahi UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, khususnya Pasal 24 ayat (2) dan (7). Selain itu, pembelian itu melanggar UU No 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, Pasal 45 ayat (2), Pasal 68 ayat (2), serta Pasal 69 ayat (2) dan (3).

 

Politisi Partai Golkar ini menegaskan dana PIP merupakan dana Badan Layanan Umum yang penggunaannya harus mendapatkan persetujuan DPR. Selain itu, proses pemisahan keuangan negara yang tidak dipisahkan menjadi penyertaan modal negara tersebut tidak tercantum dalam Rencana Kerja Kementerian/Lembaga dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2011 yang menjadi induk PIP.

 

“Pemerintah tidak konsultasi terlebih dahulu dengan DPR. Ini namanya pelanggaran hukum,” ujar Nusron di Rapat Paripurna DPR, Senin (9/5). 

 

Seperti diketahui, Pasal 24 ayat (2) UU No 17 Tahun 2003 menyatakan pemberian pinjaman/hibah/penyertaan modal dan penerimaan pinjaman/hibah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terlebih dahulu ditetapkan dalam APBN/APBD. Sedangkan ayat (7) berbunyi dalam keadaan tertentu, untuk penyelamatan perekonomian nasional, pemerintah pusat dapat memberikan pinjaman dan atau melakukan penyertaan modal kepada perusahaan swasta setelah mendapatkan persetujuan DPR.

 

Pasal 45 ayat (2) UU Perbendaharaan Negara menyatakan pemindahtanganan barang milik negara/daerah dilakukan dengan cara jual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah setelah mendapat persetujuan DPR/DPRD. Pasal 68 ayat (2) menyebutkan kekayaan Badan Layanan Umum (BLU) merupakan kekayaan negara/daerah yang tidak dipisahkan, serta dikelola dan dimanfaatkan sepenuhnya untuk menyelenggarakan kegiatan BLU yang bersangkutan.

 

Sementara itu, Pasal 69 ayat (2) menyatakan rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja BLU disusun dan disajikan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari rencana kerja dan anggaran serta laporan keuangan dan kinerja kementerian/lembaga. Sedangkan ayat (3) menyebutkan pendapatan dan belanja BLU dalam rencana kerja dan anggaran tahunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dikonsolidasikan dalam rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga yang bersangkutan.

 

Wakil Ketua Komisi XI DPR Harry Azhar Azis juga mempertanyakan langkah pemerintah membeli sisa tujuh persen saham divestasi Newmont. Malahan, ia mengancam akan menempuh prosedur hukum atas perilaku Menteri Keuangan Agus Martowardojo jika tidak mengindahkan suara anggota parlemen.

 

Harry juga menilai pemerintah pusat tidak sepenuhnya percaya kepada pemerintah daerah, terutama pada rakyat. Apalagi, sebelumnya, pemerintah pusat melalui Menteri Keuangan tidak berkenan membeli 24 persen saham Newmont divestasi tahun 2006, 2007, 2008, dan 2009.

 

“Komisi XI DPR juga pernah menolak penggunaan dana PIP untuk membeli saham Newmont,” kata Harry.

 

Namun, pendapat Nusron dan Harry dimentahkan Anggito Abimanyu. Pengamat ekonomi dari Universitas Gajah Mada (UGM) ini mengatakan PIP boleh saja membeli saham swasta karena dalam aturannya perusahaan bentukan Menteri Keuangan itu bisa melakukan investasi yang seluas-luasnya. Hal ini seperti diatur dalam PP No 1 Tahun 2008 tentang Investasi Pemerintah.

 

“Dalam PP itu dijelaskan, pemerintah boleh mengambil saham divestasi tersebut melalui mekanisme APBN, dana PIP, atau melalui BUMN,” tuturnya.

 

Diberitakan sebelumnya, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menjelaskan keputusan pemerintah membeli saham Newmont dimaksudkan untuk mendorong perbaikan kinerja perusahaan tambang tersebut. Selain itu, juga untuk mencegah jangan sampai Newmont melupakan prinsip good governance seperti efisiensi kinerja dan menjaga lingkungan.

 

“Pemerintah masuk di tujuh persen ini untuk mengembangkan PT NNT menjadi menjadi perusahaan kelas dunia. Kita akan jaga perusahaan ini menjalankan good governance dan berusaha memberikan nilai tambah yang baik untuk Indonesia. Itu sesuai dengan best practices secara internasional agar semakin membawa manfaat yang baik bagi lingkungan dan pemegang saham,” ujarnya.

Tags: