Guru Besar dan Akademisi HTN Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik Ketua MK
Utama

Guru Besar dan Akademisi HTN Laporkan Dugaan Pelanggaran Etik Ketua MK

Karena ada potensi konflik kepentingan dalam memutus perkara 90/PUU-XXI/2023, sehingga menguntungkan anggota keluarganya yang berpotensi maju sebagai bakal calon kandidat capres-cawapres.

Ady Thea DA
Bacaan 4 Menit

Mencermati dua hal

Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, mencermati 2 hal. Pertama, argumentasi Anwar Usman yang menyebut pengujian UU terhadap UUD 1945 sifatnya abstrak tidak terkait individu tertentu. Padahal jelas dalam permohonan pengujian Pasal 169 huruf q UU 7/2017 sebagaimana perkara 90/PUU-XXI/2023 menyebut Gibran Rakabuming Raka sebagai contoh.

Kedua, sosok Anwar Usman dinilai tak layak menjadi hakim konstitusi apalagi Ketua MK. Sebab tidak memenuhi syarat negarawan. Konflik kepentingan menurut Kurnia juga disampaikan hakim konstitusi Saldi Isra dan Arief Hidayat melalui pendapat berbeda (Dissenting Opinion). Kedua hakim konstitusi itu membeberkan dugaan pelanggaran kode etik yang sistematis dan terorganisir karena putusan dibaca jelang pendaftaran bakal capres-cawapres.

Ternyata hal itu terbukti benar karena setelah putusan, Gibran Rakabuming Raka langsung ke KPU bersama Prabowo Subianto didampingi para partai politik pendukungnya untuk mendaftar sebagai bakal calon kandidat capres-cawapres untuk maju dalam pemilu Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) 2024.

“Kami berharap MKMK dapat menyelamatkan MK dengan cara mengeluarkan Anwar Usman dari posisinya sebagai hakim konstitusi,” pungkas Kurnia.

Tags:

Berita Terkait