Dalam sengketa keperdataan, arbitrase bisa menjadi salah satu pilihan alternatif penyelesaian sengketa. Menurut Pasal 1 angka 1 UU No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase Alternatif Penyelesaian Sengketa, arbitrase adalah arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa di luar peradilan umum yang berdasarkan pada perjanjian arbitrase secara tertulis oleh para para pihak yang bersengketa.
Menurut Partner pada Dentons Hanafiah Ponggawa & Partner (Dentons HPRP), Danny Bonar Sinaga, kesepakatan pilihan arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa harus dinyatakan secara tegas dan tertulis. Jika para pihak ingin menggunakan arbitrase sebagai sarana penyelesaian sengketa, maka terdapat dua cara untuk memilih arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa berdasarkan pada isi perjanjian.
Pertama, jika klausula arbitrase yang tercantum dalam suatu perjanjian tertulis yang dibuat para pihak sebelum terjadi sengketa. Maka hal ini dapat dilakukan dengan dua cara yakni dengan menuliskan klausula arbitrase di dalam perjanjian terkait atau membuat perjanjian terpisah.
Baca Juga:
- Konsumen Merasa Dirugikan? Jangan Ragu Mengadu ke Kemendag
- Perlindungan Hukum Konsumen Belanja Online
Kedua, jika sengketa timbul dan para pihak belum membuat perjanjian arbitrase, maka para pihak dapat membuat suatu perjanjian arbitrase tersendiri atau yang disebut dengan perjanjian kompromi.
“Dalam hal ini perjanjian harus dibuat secara tertulis, ditandatangani para pihak atau bisa juga dibuat dalam bentuk akta notaris. Dan ingat perjanjian tersebut harus memuat masalah apa yang dipersengketakan, identitas para pihak, identitas dan nama lengkap arbiter, jangka waktu penyelesaian sengketa dan beberapa administrasi lainnya,” kata Danny dalam Webinar “Pendekatan Praktis Penanganan Sengketa Arbitrase”, Kamis (10/11).
Partner pada Dentons HPRP Gading Sanjaya menambahkan, sebelum menyusun klausula arbitrase, harus dipahami bahwa arbitrase meniadakan hak bagi para pihak untuk mengajukan gugatan ke pengadilan berdasarkan Pasal 3 jo. Pasal 11 UU Arbitrase. Kemudian pengadilan berhak menolak untuk memeriksa sengketa tersebut, dan dalam hal klausul arbitrase tidak dibuat secara hati-hati, terdapat kemungkinan klausul tersebut tidak dapat dilaksanakan.