Hal yang Perlu Diperhatikan Penerbit dan Penulis Buku dalam Hak Cipta
Berita

Hal yang Perlu Diperhatikan Penerbit dan Penulis Buku dalam Hak Cipta

Diantaranya memastikan kejelasan perjanjian antara penulis dengan penerbit buku mengenai komersialisasi buku; memastikan karya penulis tidak melanggar hak cipta orang lain; memastikan karya penulis mempunyai alas hak yang jelas jika terkait identitas seseorang atau peristiwa nyata.

Oleh:
Aida Mardatillah
Bacaan 3 Menit
Diskusi daring bertajuk 'Hak Kekayaan Intelektual & Manfaatnya Bagi Penerbit' yang digelar oleh Justika.com dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta, Kamis (15/10). Foto: Hol
Diskusi daring bertajuk 'Hak Kekayaan Intelektual & Manfaatnya Bagi Penerbit' yang digelar oleh Justika.com dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta, Kamis (15/10). Foto: Hol

Hak cipta lahir seketika setelah sebuah karya dilahirkan atau diwujudkan dalam bentuk nyata tanpa mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan. Hal ini ditegaskan Pasal 1 angka 1 dan Pasal 40 ayat (3) UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UUHC). Hak cipta adalah hak eksklusif pencipta yang diberikan kepada karya orisinal lain dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.

Seperti, buku, program komputer, ceramah, kuliah, pidato, lagu, gambar, fotografi dan potret, karya arsitektur, karya sinematografi, tari, termasuk terjemahan, adaptasi, aransemen, modifikasi dan karya lain dari hasil transformasi. Terkait penulisan buku, perlindungan hak cipta mencakup semua elemen pada buku yang dapat digolongkan sebagai ekspresi si penulis yang dihasilkan atas inspirasi, kemampuan, pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahliannya.

Senior Advisor Justika.com Ade Novita Juliano mengatakan penerbit dan penulis buku penting mencatatkan karyanya dalam hak kekayaan intelektual di Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Kemenkumham agar memiliki legalitas dan menghindari adanya plagiatrisme. Dan jangan sampai penerbit bersama dengan penulis melanggar pula hak ciptaan orang lain.

“Proses sebuah karya tulisan seperti buku lebih cepat untuk dicatatkan. Jika sudah dicatatkan, maka jika ada pelanggaran HKI bisa langsung disomasi dan jika disomasi berulang kali tidak dihiraukan, bisa melaporkannya ke polisi. Jika ada pelanggaran HKI harus di-stop dan jangan dibiarkan terus menerus,” kata Ade Novita dalam diskusi bertajuk “Hak Kekayaan Intelektual & Manfaatnya Bagi Penerbit” secara daring yang digelar oleh Justika.com dan Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) DKI Jakarta, Kamis (15/10/2020). (Baca Juga: Bukalapak dan Justika Luncurkan Fitur Konsultasi Hukum Digital)

Ia menjelaskan hal yang dapat dilakukan jika ada yang melanggar HKI dalam sebuat karya penerbit dan penulis harus dilihat terlebih dahulu apa yang diinginkan, apakah untuk balas dendam atau ingin memberi efek jera. Jika seperti itu, melakukan somasi dan melaporkan kepada polisi langkah hukum yang bisa dilakukan. Tetapi, jika tujuannya ingin bagi hasil, harus melakukan kesepakatan bagi hasil dalam sebuah perjanjian dan jika pihak yang telah melanggar HKI, dapat dilaporkan ke polisi.

Dalam hak cipta, kata dia, memiliki hak moral dan hak ekonomi. Ia menyebut hak moral, diantaranya tetap mencantumkan atau tidak mencantumkan nama pencipta pada salinan ciptaan; menggunakan nama alias atau samarannya; mengubah ciptaannya sesuai kepatutan dalam masyarakat; mengubah judul dan anak judul ciptaan; mempertahankan haknya dalam hal terjadinya distorsi ciptaan, mutilasi ciptaan, modifikasi ciptaan atau hal yang bersifat merugikan kehormatan diri atau reputasinya.

Sedangkan, hak ekonomi diantaranya penerbitaan ciptaan; penggandaan ciptaan dalam segala bentuknya; penerjemahaan ciptaan, pengadaptasian, pengaransemenan, atau pentransformasian ciptaan; pendistribusian ciptaan atau salinannya; pertunjukan ciptaan; pengumuman ciptaan; komunikasi ciptaan; penyewaan ciptaan.

Halaman Selanjutnya:
Tags:

Berita Terkait