Hukum Perlindungan Konsumen dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Kolom

Hukum Perlindungan Konsumen dalam Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah

Tidak tepat bagi pemerintah untuk menggunakan UUPK sebagai payung hukum dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah melainkan seharusnya menggunakan Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Bacaan 5 Menit

Perpres ini mengatur bahwa pengadaan barang/jasa pemerintah adalah kegiatan pengadaan barang/jasa oleh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah yang dibiayai oleh APBN/APBD yang prosesnya sejak identifikasi kebutuhan sampai dengan serah terima hasil pekerjaan. Proses pengadaan barang/jasa di pemerintah tidak dilaksanakan secara instan. Ada proses bertahap, berjenjang, dan oleh pelaku pengadaan yang berbeda sebagai bagian dari cek and recheck.

Kekuasaan pengadaan barang/jasa dan pemilihan penyedia berada pada pemerintah sebagai konsumen. Prosesnya dimulai dari penyusunan spesifikasi, pemilihan penyedia, pemilihan barang/jasa termasuk proses evaluasinya, hingga penerimaan hasil pekerjaan. Pemerintah memiliki kuasa dalam menetapkan spesifikasi sesuai kebutuhan dan memastikan metode pemilihan yang tepat. Misalnya untuk kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi oleh satu merek saja maka bisa dilakukan dengan penunjukan langsung. Bahkan jika barang yang dibutuhkan sudah berada pada katalog elektronik (e-katalog) maka pemilihan dapat dilakukan melalui e-purchasing.

Apabila prosesnya dilakukan melalui mekanisme tender, maka kuasa pemilihan juga tetap berada pada pemerintah melalui mekanisme evaluasi. Apabila dokumen pendukung barang/jasa tida sesuai, maka pemerintah melalui Kelompok Kerja Pemilihan dapat menggugurkan penawaran dari penyedia. Hal ini berarti konsep dasar perlindungan konsumen untuk pemenuhan kebutuhan melalui pengadaan barang/jasa di pemerintah telah terpenuhi melalui berbagai tahap dan prosedur yang telah ditetapkan melalui Perpres Nomor 16 Tahun 2018 dan Perubahannya.

Kemudian pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak juga dapat disimpulkan melalui pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya dilaksanakan dengan iktikad baik. L.J. van Apeldoorn mengemukakan kebebasan membuat kontrak merupakan konsekuensi dari pengakuan akan adanya hak milik. Hak milik itu sendiri merupakan realisasi yang utama dari kebebasan individu. Hak milik merupakan landasan bagi hak-hak lainnya. Hegel mengemukakan bahwa kebebasan berkehendak merupakan landasan yang substansial bagi semua hak dan kewajiban, sehingga mewarnai perundang-undangan dan moral. Pemegang hak milik harus menghormati orang lain yang juga pemegang hak milik.

Adanya saling menghormati inilah yang merupakan landasan terjadinya hukum kontrak.Oleh karena itu, para pihak tidak dapat menentukan sebebas-bebasnya terhadap klausul-klausul yang terdapat dalam perjanjiian. Semua harus didasarkan dan dilaksanakan dengan iktikad baik dan tidak terjadi relasi kuasa antara pemerintah dan penyedia.

Perdagangan bebas memang memberikan dampak positif dan negatif bagi roda perekonomian negara. Namun, UUPK wajib untuk didudukan sebagaimana mestinya yang mendorong terjadinya perlindungan atas hak-hak konsumen agar dapat menimbulkan keadilan. UUPK merupakan upaya pemerintah untuk melindungi kedudukan konsumen yang berada dalam relasi kuasa subordinasiyaitu konsumen wajib mengikuti tata cara yang telah ditetapkan oleh produsen/distributor.

Berkaitan dengan ruang lingkup pengadaan barang/jasa pemerintah,Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah telah mendudukan bahwa pemerintah tidak dalam relasi kuasa subordinasi. Hal ini ditunjukkan bahwa meski penyedia wajib mengikuti tata cara pengadaan yang telah ditentukan oleh pemerintah, ada penyeimbang antara para pihak. Penghargaan atas penyedia dilakukan melalui penandatanganan kontrak/perjanjian pengadaan oleh para pihak yang telah disebutkan terlebih dahulu isi dari perjanjian melalui proses aanwijzing.

Oleh karena itu, tidak tepat bagi pemerintah untuk menggunakan UUPK sebagai payung hukum dalam proses pengadaan barang/jasa pemerintah melainkan seharusnya menggunakan Perpres Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Proses pengadaan barang/jasa pemerintah dimulai dengan penyedia mengikuti tata cara pengadaan yang diatur oleh pemerintah, kemudian relasi kuasa para pihak disejajarkan dengan mengikat dalam kontrak sebagai bentuk penghargaan atas hak kepemilikan penyedia. Prosedur ini telah mendudukkan relasi kuasa para pihak dalam kedudukan koordinasi bukan subordinasi.

*)Thomas Istriarto dan Khalid Mustafa, keduanya adalah advokat di Jakarta.

Artikel kolom ini adalah tulisan pribadi Penulis, isinya tidak mewakili pandangan Redaksi Hukumonline.

Tags:

Berita Terkait