Code of Conduct Harus Rinci dan Sesuai Karakteristik Jaksa
Berita

Code of Conduct Harus Rinci dan Sesuai Karakteristik Jaksa

Salah satu yang paling penting berkaitan dengan mekanisme pendisiplinan pelanggaran code of conduct. Harus ada mekanisme yang fair, akuntabel, dan transparan.

Rzk
Bacaan 2 Menit
<i>Code of Conduct</i> Harus Rinci dan Sesuai Karakteristik Jaksa
Hukumonline

 

Menurut Basrief, perumusan code of conduct jaksa juga merujuk pada norma yang sudah berlaku internasional, Guidelines on the Role of Prosecutors atau Pedoman Peran Jaksa. Pedoman ini merupakan buah karya dari Konggres Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-VIII tentang Pencegahan Kejahatan dan Perlakuan terhadap Pelaku Kejahatan.

 

Dalam konggres yang diselenggarakan di Havana, Kuba pada 27 Agustus hingga 7 September 1990 disepakati sejumlah norma-norma dalam rangka membentuk pribadi jaksa yang berintegritas. Ruang lingkup pedoman ini dimulai dari mekanisme rekrutmen, status dan kedudukan jaksa, kebebasan berpendapat dan berserikat, peran jaksa dalam proses persidangan, kewenangan diskresi, dan mekanisme pendisiplinan jaksa. Khusus untuk bagian pendisiplinan, disebutkan pentingnya keberadaan code of conduct sebagai instrumen dalam mendisiplinkan jaksa nakal secara fair dan objektif.

 

22. Disciplinary proceedings against prosecutors shall guarantee an objective evaluation and decision. They shall be determined in accordance with the law, the code of professional conduct and other established standards and ethics and in the light of the present Guidelines. Observance of the Guidelines

 

Harus rinci

Ketua Ketua Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Hasril Hertanto mengatakan code of conduct adalah persyaratan dasar untuk membentuk jaksa yang berintegritas. Untuk itu, dia mendukung tekad Kejaksaan segera merampungkan code of conduct. Namun, dia mengingatkan Kejaksaan agar code of conduct tersebut dibuat dengan rinci dan jelas sehingga tidak muncul salah penafsiran. Selain itu, code of conduct juga harus disesuaikan dengan karakteristik profesi jaksa.

 

Pada dasarnya code of conduct merupakan penjabaran lebih lanjut dari code of ethic yang cenderung bersifat umum, ujar Hasri yang bersama lembaganya, MaPPI turut terlibat merancang program pembaruan Kejaksaan.

  

Menurut Hasril, Kejaksaan perlu juga memikirkan bagaimana agar code of conduct dapat diimplementasikan secara efektif. Salah satu yang paling penting berkaitan dengan mekanisme pendisiplan atas pelanggaran code of conduct. Kejaksaan harus merancang mekanisme pendisiplinan yang fair, akuntabel, dan transparan. Perlu dipertimbangkan pula untuk mensinergikan dengan instrumen yang sudah ada seperti Komisi Kejaksaan atau Jamwas, tambahnya.

 

Menyadari adanya fakta sejumlah jaksa yang bermasalah dan bahkan sedang diproses secara hukum seperti kasus Cecep Sunarto dan Burdju Ronni Allan Felix, Kejaksaan Agung serius membuat code of conduct atau pedoman perilaku jaksa. Target penyelesaian pun dicanangkan. Sudah disepakati, bulan depan minggu ketiga itu (code of conduct, red.) akan selesai dalam bentuk PERJA (Peraturan Jaksa Agung), kata Wakil Jaksa Agung Basrief Arief (19/1).

 

Basrief yang dipercaya memimpin Tim Pembaruan Kejaksaan, mengatakan code of conduct dibentuk dalam rangka menciptakan koridor atas perilaku jaksa. Tujuan akhirnya adalah menciptakan pribadi jaksa berintegritas dan bermoral. Menurut Basrief, code of conduct nantinya akan memuat norma-norma perilaku diantaranya tentang gratifikasi atau pemberian hadiah. Sayangnya, Basrief menolak untuk menjabarkan lebih lanjut materi code of conduct karena masih dalam proses pembahasan.

 

Dia menegaskan code of conduct tidak dimaksudkan untuk mengganti PP No. 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang selama ini menjadi acuan dalam mengawasi perilaku jaksa. Basrief menjelaskan PP tersebut tetap berlaku bagi jaksa dalam statusnya sebagai PNS. Sementara, code of conduct digunakan untuk mengawasi perilaku jaksa, baik itu di dalam maupun di luar kedinasan. Jadi, tidak dalam rangka menggantikan PP No. 30 Tahun 1980. Kami  pisahkan antara PP dengan code of conduct, sambungnya.

 

Di luar PP No. 30 Tahun 1980, norma-norma perilaku seorang jaksa juga sedikit disinggung dalam UU No. 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan. Misalnya, larangan rangkap jabatan, larangan melakukan perbuatan tercela, atau nilai-nilai yang tertuang dalam sumpah jabatan. Selain itu, dikenal pula Tata Krama Adhyaksa yang pertama kali ditetapkan pada 15 Juni 1993. Tata Krama Adhyaksa yang dibentuk oleh Persatuan Jaksa Republik Indonesia (Persaja) berisi 15 norma etik yang bersifat umum.

Tags: