Ide Arbitrase ASEAN dalam Pertemuan Alumnus FH USU
Berita

Ide Arbitrase ASEAN dalam Pertemuan Alumnus FH USU

Penting tapi tak mudah merealisasikan.

Oleh:
MYS
Bacaan 2 Menit
Prof Mariam Darus Badrulzaman. Foto: MYS
Prof Mariam Darus Badrulzaman. Foto: MYS
Gagasan itu datang dari Mariam Darus Badrulzaman. Dalam kesempatan mengajukan pandangan atau pertanyaan, pakar hukum perjanjian ini mengemukakan ide tentang badan arbitrase ASEAN sebagai forum penyelesaian sengketa antar pelaku usaha dalam kerangka integrasi kawasan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).

Dalam kerangka MEA salah satu peluang yang mungkin timbul adalah sengketa bisnis. MEA membuka arus barang, jasa, dan tenaga kerja melewati batas-batas nasional 10 negara Asia Tenggara. Lalu lintas bisnis itu memungkinkah terjadi sengketa apalagi sistem hukum antarnegara Asia Tenggara berbeda-beda.

Selain forum pengadilan, para pihak dapat menyelesaikan sengketa mereka lewat arbitrase. Bahkan di dunia bisnis internasional, peran arbitrase sangat penting. “Kita dapat membentuk arbitrase untuk menyelesaikan sengketa-sengketa tingkat ASEAN,” ujarnya.

Ide Prof. Mariam Darus Badrulzaman disampaikan di hadapan ratusan peserta diskusi ilmiah alumnus Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara di Jakarta, Sabtu (30/1) lalu. Hari itu, ppara alumni sedang menggelar reuni akbar dan diskusi ilmiah tentang MEA dan Profesi Hukum. Kebetulan, Mariam adalah Guru Besar Ilmu Hukum di kampus yang berlokasi di kawasan Padangbulan, Medan, itu. Ia juga anggota Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H. Laoly, menilai gagasan Prof. Mariam Darus perlu dipikirkan oleh para pemangku kepentingan, terutama penyandang profesi hukum. “Tawaran untuk membentuk Badan Arbitrase ASEAN, sesuatu hal yang perlu kita antisipasi,” kata Yasonna.

Cuma, Menteri Yasonna menanyakan kesiapan para pemangku kepentingan di Indonesia, khususnya advokat. Para advokat Indonesia harus punya pengetahuan yang mumpuni tentang sistem hukum di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Tentu saja, tak boleh dilupakan, adalah kemampuan berbahasa asing.

Ide untuk membentuk badan arbitrase ASEAN penting diantisipasi dan mungkin dibahas, tetapi tak mudah merealisasikan. Apalagi jika badan arbitrase itu akan menjadi semacam supranasional, yang mengalahkan hukum nasional masing-masing negara ASEAN.

Mantan Dirjen Kerjasama ASEAN Kementerian Luar Negeri, I Gusti Agung Wesaka Puja, juga mengingatkan upaya membuat badan yang supranasional di level ASEAN tidak mudah. Perbedaan sistem hukum dan  sistem ketatanegaraan ikut mempengaruhi. Pria Bali yang baru diangkat jadi Dubes RI untuk Belanda itu memberi contoh gagasan mata uang yang sama (single currency), one time zone, dan Pengadilan HAM ASEAN. Perlawanan dan perdebatannya, kata Puja, sangat kompleks.

“Realitas politiknya di ASEAN, belum mau menyerahkan kedaulatan nasionalnya,” ujarnya.

Tags:

Berita Terkait