Indek Persepsi Korupsi Indonesia Membaik
Berita

Indek Persepsi Korupsi Indonesia Membaik

Persepsi terhadap aktor-aktor pemberantasan korupsi belum banyak berubah. Harapan terhadap KPK masih tinggi.

MYS
Bacaan 2 Menit
Sejumlah tokoh hadiri peluncuran CPI 2014 di Jakarta, Rabu (3/12). Dari kiri ke kanan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Sekda Kaltim Rusmadi, Komisioner ORI Budi Santoso, Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, dan Diani Sadiawati (Bappenas). Foto: RES
Sejumlah tokoh hadiri peluncuran CPI 2014 di Jakarta, Rabu (3/12). Dari kiri ke kanan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto, Sekda Kaltim Rusmadi, Komisioner ORI Budi Santoso, Wakil Kepala PPATK Agus Santoso, dan Diani Sadiawati (Bappenas). Foto: RES
Indonesia masih menduduki peringkat 34 dari 107 negara dalam skala 0-100 persepsi terhadap korupsi. Dibanding Singapura, posisi Indonesia jauh di bawah karena negeri tetangga itu mendapat skor 98. Dibanding Malaysia, Filipina, dan Thailand pun, Indonesia masih di bawah. Ketiga negara ini mendapatkan skor masing-masing 52, 38, dan 38. Indonesia masih berada di atas Vietnam (30) dan Timor Leste (30).

Meskipun demikian, indeks persepsi korupsi Indonesia membaik dibanding tahun-tahun sebelumnya. Pada 2013 lalu Indonesia mendapatkan indeks 32 dari 114 negara yang disurvei. Tahun sebelumnya mendapat indeks 32 dari 118 negara. “Ada perbaikan, tapi belum signifikan. Tren korupsi masih ada,” kata peneliti Transparency International Indonesia (TII) Wahyudi Thohari.

Indeks Persepsi Korupsi (Corruption Perception Index/CPI) 2014 diluncurkan TII, Rabu (03/12). CPI mengacu pada 13 sumber data survei. Naiknya skor Indonesia dua digit di satu sisi patut diapresiasi. Sekretaris Jenderal TII Dadang Trisasongko mengatakan kenaikan itu berkat kerjasama para pemangku kepentingan pemerintah, masyarakat sipil dan pebisnis.

“Selama ini kinerja pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dilakukan pemerintah Indonesia perlu mendapat apresiasi dengan hasil CPI 2014 ini. Hal yang sama dengan masyarakat sipil yang aktif dan ikut serta memberikan pendidikan tentang pencegahan dan pemberantasan korupsi,” ujarnya saat peluncuran CPI 2014.

Kenaikan dua digit melegakan, tetapi di sisi lain, Indonesia jangan terlena. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto mengatakan hasil indeks persepsi korupsi penting dilihat. Namun CPI tidak dapat dijadikan satu-satunya rujukan penurunan angka korupsi. Rujukan lain perlu dilihat agar hasilnya lebih valid. “Indeks tak menjelaskan progress pemberantasan korupsi,” kata Bambang.

Dalam prakteknya, korupsi memang jalan terus. Komisioner Ombudsman Republik Indonesia, Budi Santoso, menjelaskan suap menyuap masih terjadi. Survei yang dilakukan di Kalimantan Timur juga menunjukkan masih terjadinya praktek buruk itu. Rusmadi, Sekda Kalimantan Timur, menjelaskan korupsi sering terjadi untuk mengamankan bisnis, terutama pertambangan dan perkebunan.

Kenaikan dua digit itu tak berarti peluang korupsi hilang. Wahyudi mengatakan tren korupsi masih ada. Persepsi tentang pemberantasan korupsi, khususnya yang dilakukan KPK, sudah membaik. Tetapi persepsi terhadap aktor-aktor pelaku korupsi ‘belum banyak berubah’. Survei di Kalimantan Timur juga menunjukkan adanya ketidakpercayaan pelaku bisnis pada aktor-aktor yang selama ini ditengarai menjadi pusat aktivitas korupsi, yakni proses perizinan dan proses hukum.

TII juga melansir bahwa kecenderungan peluang korupsi di daerah lebih besar dibanding pusat. Di pusat proporsinya 1 berbanding 1, sedangkan di daerah 1 berbanding 6. Indikasi ke arah potensi korupsi di daerah bisa dilihat dari kasus-kasus yang ditangani KPK.

Terakhir, KPK melakukan operasi tangkap tangan terhadap Ketua DPRD Bangkalan, Fuad Amin. Mantan Bupati ini ditangkap dalam kasus dugaan suap jual beli untuk pembangkit listrik. Sebelumnya Bupati Karawang Ade Swara dan isterinyaNurlatifah ditangkap KPK karena dugaan memeras pengusaha. Suami isteri ini sedang menjalani proses hukum di Pengadilan Tipikor Bandung.
Tags: