Ini 8 Poin Penting SKB Pedoman Implementasi UU ITE
Terbaru

Ini 8 Poin Penting SKB Pedoman Implementasi UU ITE

Tapi, penerapan UU ITE ini dapat dilakukan tanpa harus menempuh mekanisme peradilan atau mengedepankan penyelesaian restorative justice.

Agus Sahbani
Bacaan 4 Menit
Ilustrasi
Ilustrasi

Menteri Komunikasi dan Informatika RI Johnny G Plate, Kapolri Jenderal Pol Listyo Sigit Prabowo dan Jaksa Agung ST Burhanuddin resmi menandatangani Surat Keputusan Bersama (SKB) tentang Pedoman Implementasi Atas Pasal-Pasal Tertentu dalam UU No.19 tahun 2016 tentang Perubahan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE). Penandatanganan SKB itu disaksikan oleh Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Rabu (23/6/2021).

Mahfud mengatakan pedoman ini diharapkan penegakan hukum terkait UU ITE tidak menimbulkan multitafsir dan dapat menjamin terwujudnya rasa keadilan masyarakat, sambil menunggu RUU ITE masuk dalam perubahan Prolegnas Prioritas Tahun 2021. Petunjuk teknis yang sudah ada, seperti Surat Edaran Kapolri atau Pedoman Jaksa Agung, kata dia, bisa terus diberlakukan.

"Sambil menunggu revisi terbatas, pedoman implementatif yang ditandatangani tiga menteri dan satu pimpinan lembaga setingkat menteri bisa berjalan dan bisa memberikan perlindungan yang lebih maksimal kepada masyarakat. Ini dibuat setelah mendengar dari para pejabat terkait, dari Kepolisian, Kejaksaan Agung, Kominfo, masyarakat, LSM, Kampus, korban, terlapor, pelapor, dan sebagainya, semua sudah diajak diskusi, inilah hasilnya," kata Mahfud dalam keterangan persnya seperti dikutip Antara. (Baca Juga: Hasil Tim Kajian: Pemerintah Bakal Revisi 4 Pasal dalam UU ITE)

Dia melanjutkan pada prinsipnya hal ini merespons suara masyarakat bahwa UU ITE itu kerap memakan korban karena dinilai mengandung pasal karet dan menimbulkan kadangkala kriminalisasi, termasuk diskriminasi. Oleh sebab itu, pihaknya mengeluarkan dua keputusan yaitu revisi terbatas dan pembuatan pedoman implementasi ini.

"Di tengah suasana pandemi yang meningkat, kami tetap melaksanakan tugas kenegaraan dan tata pemerintahan, tadi kami berempat, saya Menkopolhukam, Menkominfo, Jaksa Agung, Kapolri, menindaklanjuti keputusan rapat kabinet internal tanggal 8 Juni 2021, yang memutuskan tentang rencana revisi terbatas UU ITE dan pedoman implementasi beberapa pasal UU ITE, Pasal 27, 28, 29, 36," kata Mahfud.

Namun, aspirasi masyarakat masih bisa diteruskan lagi ketika nanti RUU ITE ini dibahas di DPR atau sedang diolah di Kemenkumham. Sementara itu, Menkominfo Johnny G Plate berharap pedoman implementatif dapat mendukung upaya penegakan UU ITE selaku ketentuan khusus dari norma pidana atau lex specialis yang mengedepankan penerapan restorative justice.

Artinya, kata Plate, penerapan UU ITE dapat dilakukan tanpa harus menempuh mekanisme peradilan. Hal ini perlu dilakukan untuk menguatkan posisi peradilan pidana sebagai ultimum remedium atau pilihan terakhir menyelesaikan permasalahan hukum. Pedoman penerapan UU ITE ini berisi penjelasan terkait definisi, syarat, dan keterkaitan dengan peraturan perundangan-undangan lain, terhadap pasal yang sering menjadi sorotan masyarakat.

“Pedoman penerapan ini merupakan lampiran dari Surat Keputusan Bersama yang tadi ditandatangani, mencakup delapan substansi penting dalam pasal-pasal UU ITE," kata Plate.

Berikut lampiran SKB Pedoman Implementasi UU ITE:

1. Pasal 27 ayat (1), fokus pasal ini pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan dan/atau membuat dapat diaksesnya, bukan pada perbuatan kesusilaan itu. Pelaku sengaja membuat publik bisa melihat, menyimpan, atau mengirimkan kembali konten yang melanggar kesusilaan tersebut.

2. Pasal 27 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan mentransmisikan, mendistribusikan, dan membuat dapat diaksesnya konten perjudian yang dilarang atau tidak memiliki izin berdasarkan peraturan perundang-undangan.

3. Pasal 27 ayat (3), fokus pada pasal ini adalah:

a) Pada perbuatan yang dilakukan secara sengaja dengan maksud mendistribusikan/mentransmisikan/membuat dapat diaksesnya informasi yang muatannya menyerang kehormatan seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal supaya diketahui umum.

b) Bukan sebuah delik pidana jika konten berupa penghinaan yang kategorinya cacian, ejekan, dan/atau kata-kata tidak pantas, juga jika kontennya berupa penilaian, pendapat, hasil evaluasi atau sebuah kenyataan.

c) Merupakan delik aduan sehingga harus korban sendiri yang melaporkan, dan bukan institusi, korporasi, profesi atau jabatan.

d) Bukan merupakan delik penghinaan dan/atau pencemaran nama baik jika konten disebarkan melalui sarana grup percakapan yang bersifat tertutup atau terbatas.

e) Jika wartawan secara pribadi mengunggah tulisan pribadinya di media sosial atau internet, maka tetap berlaku UU ITE, kecuali dilakukan oleh institusi Pers, maka diberlakukan UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.

4. Pasal 27 ayat (4), fokus pada pasal ini adalah perbuatan dilakukan oleh seseorang ataupun organisasi atau badan hukum dan disampaikan secara terbuka maupun tertutup, baik berupa pemaksaan dengan tujuan untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum maupun mengancam akan membuka rahasia, mengancam menyebarkan data pribadi, foto pribadi, dan/atau video pribadi.

5. Pasal 28 ayat (1), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan berita bohong dalam konteks transaksi elektronik seperti transaksi perdagangan daring dan tidak dapat dikenakan kepada pihak yang melakukan wanprestasi dan/atau mengalami force majeure. Ini merupakan delik materiil, sehingga kerugian konsumen sebagai akibat berita bohong harus dihitung dan ditentukan nilainya.

6. Pasal 28 ayat (2), fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan menyebarkan informasi yang menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan terhadap individu/kelompok masyarakat berdasar SARA. Penyampaian pendapat, pernyataan tidak setuju atau tidak suka pada individu/kelompok masyarakat tidak termasuk perbuatan yang dilarang, kecuali yang disebarkan itu dapat dibuktikan.

7. Pasal 29, fokus pada pasal ini adalah pada perbuatan pengiriman informasi berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi atau mengancam jiwa manusia, bukan mengancam akan merusak bangunan atau harta benda dan merupakan delik umum.

8. Pasal 36, fokus pada pasal ini adalah kerugian materiil terjadi pada korban orang perseorangan ataupun badan hukum, bukan kerugian tidak langsung, bukan berupa potensi kerugian, dan bukan pula kerugian yang bersifat nonmateriil. Nilai kerugian materiil merujuk pada Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyelesaian Batasan Tindak Pidana Ringan (Tipiring) dan Jumlah Denda dalam KUHP.

Tindak lanjut dari penandatanganan Keputusan Bersama ini akan dilaksanakan sosialisasi kepada aparat penegak hukum secara masif dan berkesinambungan. (ANT)

Tags:

Berita Terkait