Ini Alasan Kebijakan Bebas Visa Turis Mancanegara Perlu Dievaluasi
Berita

Ini Alasan Kebijakan Bebas Visa Turis Mancanegara Perlu Dievaluasi

Mulai dari menurunnya pemasukan negara dari sektor PNBP hingga masalah keamanan.

RFQ
Bacaan 2 Menit
Ilustrasi warga negara asing. Foto: RES
Ilustrasi warga negara asing. Foto: RES
Kebijakan pemerintah dengan membebaskan visa terhadap turis mancanegara dari sekian banyak negara menuai kritik dari DPR. Tak saja pertimbangan keamanan, juga pemasukan negara dari sektor Pendapan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang menurun. Oleh sebab itu, pemerintah mesti melakukan evaluasi kebijakan tersebut.

Sejatinya, kebijakan pemerintah itu sudah berjalan sejak 2015. Melalui Peraturan Presiden (Perpres) No.69 Tahun 2015 tentang Bebas Visa Kunjungan, pemerintah berharap sejumlah tempat wisata di Indonesia banyak disambangi wisatawan manca negara.

“Memang dasarnya ada asas manfaat, tetapi pemberian visa itu akan memberikan banyak manfaat dan juga keamanan tidak diabaikan,” ujar Menkompolhukam, Luhut Binsar Panjaitan, dalam rapat gabungan antara pemerintah dengan Komisi I dan III, di Gedung DPR, Senin (15/2).

Kementerian Pariwisata sudah mengusulkan 99 wilayah yang dapat dijadikan tempat wisata. Oleh sebab itu, sebagai penanggungjawab keamanan negara, Luhut melalui kementeriannya mewaspadai aspek kemanan. Menurutnya, terdapat beberapa negara yang tidak masuk kategori negara bebas visa masuk ke Indonesia. Pasalnya, terkait dengan kegiatan terorisme dan narkoba.

Luhut tak menampik dengan membebaskan visa terhadap turis mancanegara masuk ke Indonesia bakal berdampak terhadap aspek keamanan, budaya, kesehatan dan lainnya. Namun meski terdapat berbagai risiko, sektor pariwisata menjadi penghasil devisa negara. “Masalah keamanan menjadi kunci, semua ada risiko. Kalau Malaysia bisa, kenapa kita tidak bisa?,” katanya.

Pandangan Menkompolhukam menuai kritik sejumlah anggota dewan. Anggota Komisi I Effendi Simbolon berpendapat, hasil rapat dengan Kementerian Luar Negeri menyimpulkan kebijakan tersebut mesti dibatalkan. Pasalnya, kebijakan tersebut lebih banyak mudharat ketimbang mafaatnya.

Menurut Effendi, mekanisme pengawasan terhadap kebijakan yang masih memberlakukan visa saja kerap membobol keamanan negara. “Kalau tidak ada visa apa yang dijadikan negara untuk mengawasi,” ujarnya.

Anggota Komisi III Wihadi Wiyanto menambahkan, bila bersandar dari keterangan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna H Laoly, negara telah kehilangan pemasukan dari sektor pariwisata sebesar Rp1 triliun. Apalagi banyaknya warga negara Tiongkok yang masuk sebagai pekerja di Indonesia. Bahkan, kata Wihadi, orang Tingkok masuk pula sebagai pekerja asing ilegal. Kerja Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi pun dipertanyakan terkait dengan pengawasan orang asing di Indonesia.

Anggota Komisi III Daenk Muhammad berpendapat, kebijakan bebas visa bakal berdampak pada persoalan politik dan budaya. Pasalnya, ketika pemerintah membaskan warga negara tertentu masuk ke Indonesia, belum tentu sebaliknya warga negara Indonesia mendapatkan pelayanan serupa di negara lain. “Kami menolak kebijakan bebas visa itu,” ujar politisi PAN itu.

Menanggapi cecaran sejumlah anggota dewan, Menkopolhukam berjanji pemerintah akan melakukan evaluasi terhadap kebijakan tersebut. Ia menilai batas visa bebas diberlakukan terhadap turis mancanegara dengan waktu paling lama satu bulan. Menurutnya, kebijakan tersebut mesti diberikan waktu untuk berjalan setidaknya satu hingga dua tahun ke depan. Dengan begitu, bakal kelihatan kelebihan atau kekurangan dari kebijakan tersebut.

“Soal bebas visa ini kami akan evaluasi, tapi tidak serta merta dibatalkan,” ujarnya.

Dikatakan purnawirawan jenderal bintang tiga Angkata Darat (AD) itu, kebijakan tersebut diambil melalui proses dan perdebatan panjang dalam rapat di internal pemerintah. Yang pasti, selaku koordinator lembaga hukum dan keamanan dalam negeri, Luhut berjanji akan memperhatikan penuh aspek keamanan.

“Ini prioritas kita. Mulai Labuhan Bajo, Danau Toba, hingga Raja Ampat. Saya selaku penangungjawab keamanan akan mendalami masalah visa dan aspek hukumnya secara detil,” ujarnya.

Perangkat instrumen pengawasan
Direktur Jenderal (Dirjen)  Imigrasi, Irjen Pol Ronny F Sompie, mengatakan kebijakan visa terhadap turis mancanegara tetap dilakukan analisa atas manfaat yang didapat negara, termasuk ancaman yang didapat negara. Misalnya, masuknya orang asing untuk melakukan teror di Indonesia. Oleh sebab itu, Ditjen Imigrasi membentuk instrumen pengawasan hingga tingkat kelurahan dan desa.

Tingkat Provinsi dan Kota misalnya, Ditjen Imigrasi membentuk kantor bekerjasama dengan berbagai pihak. Kantor pengawasan Ditjen Imigrasi pun akan di buat hingga tingkat kecamatan, kelurahan dan dewan. Rumusan tiga serangkai yakni Koramil, Kapolsek dan Camat pengawasan terhadap orang asing di masyarakat hingga tingkat desa setidaknya dapat diawasi. Selain itu, pengawasan dilakukan bekerjasama dengan Babimkamtibmas dan kepala desa.

“Maka ketika ada laporan langsung bisa kita tindaklanjuti apabila ada orang asing mencurigakan,” ujarnya.

Berdasarkan pemetaan Ditjen Imigrasi, terdapat 14 pintu gerbang masuk wisatawan ke dalam negeri, antara lain pelabuhan dan bandara. Sedangkan di darat, belum dijadikan tempat pemeriksaan imigrasi. Menurutnya, pengawasan akan dilakukan oleh tim gabungan.

“Yang pasti evaluasi ini kita lihat setelah 1 tahun berjalan supaya terlihat manfaatnya lebih jelas. Imigrasi pun punya aplikasi pengawasan orang asing, tapi ini upaya untuk memperkuat,” pungkas jenderal polisi bintang dua itu.

Tags:

Berita Terkait