Ini Bekal yang Wajib Notaris Miliki Saat Hadapi MEA
Utama

Ini Bekal yang Wajib Notaris Miliki Saat Hadapi MEA

Meskipun UU Jabatan Notaris dinilai tidak membuka sama sekali profesi notaris dalam MEA.

Oleh:
NNP
Bacaan 2 Menit
Diskusi yang digelar dalam rangkaian Kongres XXII INI di Palembang. Foto: NNP
Diskusi yang digelar dalam rangkaian Kongres XXII INI di Palembang. Foto: NNP

Delapan jenis profesi telah ditetapkan dapat lintas antar negara anggota ASEAN melalui Mutual Recognition Agreement (MRA) saat Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) berlaku. Dari daftar itu, profesi notaris sementara ini belum ditetapkan sebagai profesi yang dapat lintas ASEAN.

Namun, bukan tidak mungkin ke depan profesi notaris akan ditambahkan dalam MRA tersebut. Hal itulah yang mengemuka dalam diskusi “Kesiapan Notaris Terkait Standar Kelayakan Kompetensi Profesi dalam Mengahdapi Tantangan dan Peluang Era MEA” dalam rangkaian Kongres XXII Ikatan Notaris Indonesia (INI) yang digelar di Palembang, Jumat (20/5).

Guru Besar Hukum Pidana FHUI Harkristuti Harkrisnowo mengatakan bahwa implikasi diberlakukannya MEA terutama bagi notaris adalah semakin banjirnya klien potensial yang membutuhkan jasa pembuatan akta. Akan tetapi, ada tuntutan besar bagi notaris untuk dapat bersaing dalam pasar bebas ini. Sebab, mungkin saja profesi notaris ke depan akan dibuka lintas ASEAN. Sebagai contoh liberalisasi jasa hukum oleh advokat pada Reciprocal Recognition and Implementation of Free Movement of Legal Services and Legal Profession di Uni Eropa.

“Bukannya tidak mungkin akan ada penambahan dalam MRA. Di Uni Eropa telah dilakukan liberalisasi pergerakan advokat dan pemberian jasa hukum dalam European Union Directive No.25/36/EC. Notaris harus menyiapkan diri apabila hal ini terjadi,” ujar Harkristuti yang disapa Tuti ini.

Dalam kesempatan itu, Tuti mengatakan, setidaknya ada sejumlah bekal yang mesti dipersiapkan notaris dalam menghadapi era MEA yang telah berlangsung sejak Desember 2015 kemarin. Pertama, kemampuan berbahasa inggris secara aktif menjadi syarat utama untuk memperoleh klien yang potensial. Menurutnya, kemampuan komunikasi verbal yang apik dapat menghindari kesalahpahaman saat berkomunikasi dengan klien.

Kedua, penguasaan mengenai hukum investasi. Jika dirunut, berlakunya MEA tentu sejalan dengan besarnya investasi asing yang ‘parkir’ di Indonesia. Karenanya, penguasaan hukum pasar modal, perdagangan, atau aspek terkait lainnya menjadi hal penting. “Notaris jangan hanya terpaku soal bagaimana membuat akta tapi harus kembangkan diri sendiri. Di Eropa sudah ada liberalisasi advokat. Anda harus antisipasi, harus ada persiapan. Jangan lagi business as usual,” sebut Mantan Dirjen AHU itu.

Ketiga, peningkatan kompetensi notaris. Bekal ini sejatinya menjadi tugas besar dari Pengurus Pusat (PP INI) selaku organisasi profesi notaris. Ketika masih menjadi Dirjen AHU, Tuti masih ingat ada cukup banyak laporan soal kompetensi notaris yang masuk ke meja kerjanya. Dari laporan itu bisa disimpulkan bahwa ada yang seragam antara kualitas notaris antara daerah satu dengan yang lainnya.

Sehingga, Tuti mengusulkan agar syarat menjadi notaris tak cuma bergelar dan lulus dari program pendidikan magister kenotariatan (MKn). Misalnya, selain magang selama dua tahun, notaris mesti menempuh pendidikan sejenis profesi notaris seperti halnya Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Selanjutnya, tak cuma melakukan ujian kode etik (UKEN), notaris mestinya dilakukan ujian profesi sebagai pintu masuk profesi notaris.

“Etika itu small parts aja, kalau dia jujur tapi ngga bisa membuat akta apa bagus? Mestinya bisa stimultan. Perlu bertemu antara PP INI dengan perguruan tinggi negeri (PTN)  atau perguruan tinggi swasta (PTS) yang membuka program kenotariatan,” jelasnya.

Di tempat yang sama, Notaris Senior Kota Surabaya, Miftachul Machsun berpendapat bahwa tantangan yang mesti dihadapi notaris bukanlah tantangan lantaran persaingan dengan tenaga kerja asing. Menurutnya, tantangan nyata yang ada di depan mata adalah persoalan kesiapan notaris dalam menghadapi dan menyelesaikan berbagai persoalan hukum sehubungan dengan semakin kompleksnya keperluan hukum pihak yang berkepentingan.

Namun, di balik tantangan itu juga terdapat peluang besar yang bisa dimanfaatkan. Misalnya, terbukanya pasar sejalan dengan pertumbuhan industri di berbagai sektor. Satu hal yang menarik adalah kebutuhan akan kepastian serta perlindungan hukum lewat akta otentik semakin mendesak. Kondisi seperti itu menjadi peluang sepanjang notaris memenuhi kualifikasi dari sisi pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang baik.

Untuk itu, notaris mesti mau memperkaya dan mendalami hukum terkait pelaksanaan tugas dan jabatan terutama yang berkenaan dengan substansi yang diperjanjikan dan diatur dalam akta, misalnya, aspek hukum perdata, hukum dagang, dan hukum agraria. Selain itu, notaris juga perlu mendalami aspek hukum perdata formil (hukum acara perdata) berhubung produk hukum yang dihasilkan notaris berupa akta otentik yang sah sebagai alat bukti.

“Notaris akan lebih tahu akibat hukum dalam pembuatan akta yang dilaksanakan secara tidak benar. Risiko ada pada diri anda. Perbuatan salah notaris adalah perbuatan melawan hukum. Notaris mesti lebih berhati-hati,” katanya.

Selain itu, problem besar yang saat ini dihadapi oleh notaris adalah belum adanya standar profesi. Sebetulnya, standar profesi sudah dipersiapkan oleh PP INI. Sayangnya, hingga saat ini masih berupa draf. Namun, jika dicermati, sebagian substansi dalam UU Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, Kode Etik Notaris, dan Anggaran Dasar serta Anggaran Rumah Tangga INI (AD-ART INI) sebetulnya sudah mencakup sebagian standar profesi.

“Standar profesi baru punya dampak perlindungan hukum kalau sudah ditetapkan sebagai undang-undang. Apabila standar profesi telah ditetapkan, maka yang berhak menetukan layak atau tidaknya seseorang diangkat sebagai notaris adalalah PP INI,” kata Miftachul

Dimintai konfirmasinya, mantan Ketua Umum PP INI periode (2009-2012 & 2013-2016), Adrian Djuaini membenarkan bahwa standar profesi belum terbentuk hingga saat ini. Namun, Adrian menegaskan bahwa konsep serta rancangan standar profesi telah disusun oleh kepengurusannya sejak setahun belakangan ini. “Sudah ada konsepnya dan sudah disusun. Tapi cukup sulit merancangnya meskipun sudah ada sebagian di UU Jabatan Notaris ya,” singkatnya.
Tags:

Berita Terkait