Ini Harapan Industri Hotel dan Restoran Terdampak Pandemi
Berita

Ini Harapan Industri Hotel dan Restoran Terdampak Pandemi

Pemerintah diharap membantu meringankan beban-beban ekonomi beban biaya yang dapat menyebabkan industri hancur. Sejumlah insentif tersebut salah satunya mengenai pengurangan pajak.

Oleh:
Mochammad Januar Rizki
Bacaan 5 Menit
Ilustrasi: HGW
Ilustrasi: HGW

Pandemi Covid-19 berdampak langsung terhadap hilangnya pendapatan industri hotel dan restoran khususnya pada derah Jakarta sebagai pusat bisnis. Pengurangan pegawai hingga menutup kegiatan usaha dilakukan pemilik karena tidak sanggup bertahan menghadapi imbas Covid-19. Sehingga, pelaku usaha meminta pemerintah memberikan sejumlah insentif pada sektor hotel dan restoran untuk membantu industri agar tetap bertahan.

“Sekarang sangat banyak yang beroperasi jauh di bawah 25 persen. Kita rekomendasikan agar pemerintah membuat program khusus agar turis baik asing maupun domestik bertahan beberapa hari di Jakarta sehingga mereka menginap di hotel kita, makan di restoran kita dan mengunjungi berbagai objek wisata,” jelas Ketua Badan Pimpinan Daerah Perhimpunan Hotel dan Restoran DKI Jakarta, Sutrisno Iwantono, Minggu (17/1).

Dia meminta pemerintah membantu meringankan beban-beban ekonomi beban biaya yang dapat menyebabkan industri hancur. Sejumlah insentif tersebut salah satunya mengenai pengurangan pajak. (Baca: 5 Kebijakan Stimulus OJK untuk Dorong Pemulihan Ekonomi 2021)

“Pajak-pajak PB1 (pajak pembangunan satu), Pajak Korporasi, PBB, Pajak reklame, pajak air tanah, biaya listrik, pungutan tenaga kerja dan pungutan-pungutan lain agar diringankan. Perpajakan untuk hotel dan restoran atau warung kecil mesti dilonggarkan. Pajak bersifat final, angka Rp4,8 miliar untuk usaha kecil saat ini sudah dianggap terlalu kecil mesti ditingkatkan menjadi paling tidak Rp7,5 miliar,” jelasnya.

Kemudian, dia juga meminta pemerintah dan badan usaha milik negara (BUMN) meningkatkan kegiatan rapat-rapat di Jakarta agar bisa memberi pekerjaan pada hotel dan restoran. Selain itu, sehubungan dengan UU No.11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang saat ini sedang dirumuskan Peraturan Pemerintah, PHRI mendukung agar perizinan lebih diringankan bagi hotel dan restoran, seperti sertifikat layak fungsi (SLF), perizinan berdasarkan risiko, perizinan usaha lebih sederhana, dan jangka waktu lebih panjang.

Pada usaha pariwisata, PHRI menyarankan tidak semua pelaku usaha wajib memiliki SLF untuk mendapatkan izin usaha, karena bangunan usaha pariwisata banyak diantaranya yang merupakan bangunan lama atau sebelumnya merupakan bangunan rumah tinggal seperti pondok wisata, rumah wisata, vila, restoran, rumah makan, cafe dan jasa boga. Jadi kalau SLF menjadi persyaratan wajib akan mengakibatkan usaha yang ada berguguran.

Pemerintah juga diminta tidak membatasi investasi asing dan hanya diperbolehkan pada modal di atas Rp 10 miliar. “Untuk hotel, restoran kecil-kecil sektor pariwisata mesti dipertahankan agar tetap bisa survive. Kami sudah menyampaikan ke Badan Koordinasi Penanaman Modal (BPKM), tetapi ini sangat alot berkenaan dengan investasi ini,” jelasnya.

Tags:

Berita Terkait