Ini Ragam Persoalan RKUHP Versi Pemerhati Hukum
Berita

Ini Ragam Persoalan RKUHP Versi Pemerhati Hukum

Tak banyak mengalami perubahan. Substansinya baru sekedar penambahan dari KUHP dan delik-delik tindak pidana yang tersebar di luar KUHP.

M-22
Bacaan 2 Menit

“Jadi, dia hanya merekodifikasi tindak pidana yang ada dalam KUHP, yang ada di luar KUHP, kemudian digabungkan beberapa tindak pidana baru yang idenya itu sudah ada pada tahun 1963. Bahkan bisa dibilang hampir 95 persen, materi yang ada dalam KUHP (yang berlaku saat ini, red), itu tetap ada,” ujar Arsil.

Arsil mengingatkan bahwa, yang terpenting dari pembaruan hukum pidana nasional adalah kualitas dari rumusan RKUHP. Sehingga, jangan hanya terjadi duplikasi pasal-pasal yang ada dalam KUHP yang sekarang, tapi substansi dalam RKUHP wajib selaras dengan dinamika pemidanaan yang terjadi saat ini. Selain itu, pembaruan hukum pidana juga harus sejalan dengan arah politik hukum pidana di Indonesia.

Hal serupa juga diutarakan Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Miko S Ginting. Menurutnya, persoalan lain yang wajib jadi konsentrasi pembentuk undang-undang adalah metode pembahasan. Ia mengatakan, RKUHP memiliki karakteristik yang berbeda dengan undang-undang lainnya. Untuk itu, pembahasannya juga dengan metode yang khusus juga.

Menurut Miko, pembentuk UU harus mengelompokkan titik fokus dalam topik-topik pembahasan. Hal itu dilakukan dengan memilih dan memilah delik apa yang masih relevan dengan dinamika pemidanaan. “Pertama dilakukan adalah mengevaluasi seluruh delik-delik yang ada dalam KUHP. Kemudian yang mana masih akan dijadikan sebagai perbuatan pidana (kejahatan), mana yang kemudian perbuatan yang masih diancam dengan pidana penjara,” jelasnya.

Tak hanya itu, Miko mendorong agar pembahasan RKUHP menggunakan Metode Clustering. Metode itu, masih berkaitan dengan metode pertama di mana topik-topik permasalahan dikelompokkan sesuai dengan karakteristiknya. Ia percaya, dengan metode itu pembahasan RKUHP bisa selesai tepat waktu.

Selama ini, Miko menambahkan, pembentuk undang-undang sering terjebak ketika menggunakan metode DIM (Daftar Inventaris Masalah), yang memakan waktu dengan memperdebatkan pasal per pasal dan bahkan kata per kata. “Nah, Metode DIM itu seringkali menjebak untuk membahas kata per kata. Metode Clustering ada dua tim, pertama tim substansi dan kedua tim redaksional,” pungkasnya.

Tags:

Berita Terkait