Investasi Asing di Multimedia Tidak Perlu Ditakuti
Berita

Investasi Asing di Multimedia Tidak Perlu Ditakuti

Jakarta, Hukumonline. Larangan bagi asing untuk memiliki saham di perusahaan jasa informasi multimedia dikecam oleh pelaku bisnis on line, kalangan pers, dan pengamat. Mereka menilai kebijakan pemerintah ini merupakan langkah mundur. Pasalnya, investasi asing di multimedia tidak perlu ditakuti.

Muk/APr
Bacaan 2 Menit
Investasi Asing di Multimedia Tidak Perlu Ditakuti
Hukumonline

Larangan bagi asing untuk masuk ke bisnis multimedia, termasuk internet, ini tertuang dalam Keppres No.96 tahun 2000. Keppres ini ditandatangani oleh Presiden Abdurrahman Wahid pada 20 Juli 2000 sekaligus sebagai revisi atas Keppres No.96 Tahun 1998 yang dikeluarkan oleh Presiden B.J. Habibie.

Pada Lampiran III Keprres No.96 Tahun 2000, pemerintah membatasi kepemilikan saham asing maksimal 95% pada 7 sektor penting, seperti, pengolahan dan penyediaan air minum untuk umum, pelayaran, kereta api, jasa pelayanan medis, dan produksi. Sementara sektor telekomunikasi dan angkutan udara, kepemilikan saham asing dibatasi hingga 49%.

Melalui Keppres baru ini, pemerintah membuka beberapa peluang usaha yang semula tertutup mutlak bagi penanaman modal. Namun, pemerintah juga menutup bidang usaha di sektor perhubungan, yaitu pemanduan lalu lintas udara, Hak Pengusahaan Hutan, dan pembenihan plasma nutfah.

Jasa multimedia tertutup

Nah, Keppres ini juga memasukkan layanan informasi multimedia sebagai kelompok usaha yang tertutup bagi Penanaman Modal Asing (PMA). Usaha yang  haram dimasuki investasi asing ini adalah siaran radio dan televisi berlangganan, jasa penyiaran radio dan televisi, serta media cetak.

Wajar bila para pelaku bisnis jasa informasi multimedia ini mengecam Keppres ini. Pasalnya jika Keppres ini berlaku, para pemain jasa informasi multimedia bakal kehabisan napas. Pengelola situs internet banyak berharap dapat menggaet investor asing melalui pasar modal untuk mengembangkan ekspansi usahanya.

Keluarnya Keppres ini dinilai merupakan langkah mundur. Sebab dalam era globalisasi dan perdagangan bebas, tidak bisa dihindari masuknya arus investasi asing ke Indonesia. Kondisi sebaliknya berlaku juga bagi pengusaha Indonesia yang akan menanamkan modalnya di luar negeri.

Apalagi dalam kondisi krisis ekonomi seperti sekarang, pengusaha nasional justru  lapar modal untuk mengembangkan usahanya. Investor asing tentu tidak akan begitu saja mengucurkan dollarnya jika tidak melihat pasar Indonesia yang gemuk. Saat ini, Indonesia berada di peringkat lima besar Asia untuk sasaran bisnis internet dalam arti luas, termasuk content provider dan service.

Ketakutan Tidak perlu

Hinca Panjaitan, pakar hukum media, tidak menemukan alasan ditutupnya bisnis jasa multimedia bagi asing. Ia melihat, Keppress itu setidak-tidaknya bisa mempengaruhi arus informasi.

Dalam dalam bidang multimedia on line ini sebenarnya pelaku-pelaku bisnis di Indonesia sangat membutuhkan investor asing. "Hal ini sudah mengglobal dimana-mana dan di beberapa negara bahwa investor asing itu melakukan hal yang serupa," cetusnya.

Bahkan, kalau investasi asing dilarang masuk ke media on line, Hinca melihat justru akan menimbulkan masalah, terutama pada saat pengusaha Indonesia membutuhkan banyak dana. "Para pemain on line  kan membutuhkan dana besar saat ekonomi berantakan."

Hinca berpendapat, investor asing ke Indonesia tidaklah perlu ditakutkan. Walaupun mereka ingin mencari untung, tetapi soal materinya itu bergantung kepada pekerja-pekerja pers Indonesia. "Jadi saya tidak melihat sesuatu yang harus ditakutkan para pemodal asing masuk," ujarnya.

Masalahnya bagaimana dengan investor asing yang sudah telanjur masuk. Pasalnya, Keppres ini tidak mengatur ketentuan peralihan. "Ini masih rancu, kok asal masuk daftar negatif saja," kata Hinca.

Menurut Hinca, Keppres No. 96 Tahun 2000 itu harus didiskusikan dulu kepada pelaku usaha bisnis dengan melakukan studi yang mendalam. Mungkin lebih bijaksana kalau bukan tertutup, melainkan membatasi saham asing. Asing boleh masuk dan perusahaan jasa multimedia masih bisa hidup.

Tags: