Investor Butuh Kepastian Hukum
Berita

Investor Butuh Kepastian Hukum

Ketidakpastian hukum membuat pengusaha mengurungkan niat untuk menanamkan modal.

YOZ
Bacaan 2 Menit

Beberapa kasus ketidakpastian hukum yang dikemukanan oleh PMA antara lain mengenai dimenangkannya gugatan Renaissance Capital Management Investment Pte Ltd terhadap Merrill Lynch International Bank Ltd.

MA telah memutuskan Renaissance yang dimiliki Prem Harjani berhak mendapat ganti sebesar Rp 251 miliar. Padahal sebelumnya di Pengadilan Tinggi Singapura, telah memutuskan bahwa Prem Harjani telah melakukan penipuan dan Renaissance telah mengakui hutangnya kepada Merrill Lynch.

Tak heran jika banyak kasus PMA yang lebih memilih menghindari berperkara di pengadilan Indonesia. Seperti kasus yang dialami Medley Opportunity Fund di tahun 2012. Ketika berperkara dengan pengusaha lokal, perusahaan asal AS ini lebih memilih pengadilan di Inggris dan Singapura.

Begitupun dengan Churchill Mining, perusahaan asal Inggris, tahun lalu juga memilih mengajukan gugatan ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di Washington, AS, saat bersengketa dengan pemerintah RI dalam kasus pencabutan ijin tambangnya.

Dia menambahkan, ada tiga hal yang menjadi perhatian utama PMA. Pertama, produk hukum yang menciptakan kebingungan karena multitafsir. “Jika produk hukumnya multitafsir, maka siapa yang harus dijadikan acuan," katanya.

Kedua, sistem hukum peradilan di mana Indonesia menganut pada hukum Belanda. Namun, ketika ada perkara, banyak menggunakan dasar hukum dan berubah-ubah. Sedangkan yang ketiga yaitu Risiko Politik. Setiap pergantian pejabat maka kebijakan yang dibuat juga mengalami perubahan sehingga membingungkan investor.

Dalam penelitian itu juga disebutkan, jika kondisi ini terus berlangsung, PMA belum bisa memastikan apakah akan terus melakukan investasinya di Indonesia atau tidak. "Mereka menjawab dengan kalimat wait and see dan akan mengevaluasi," ujar Dian.

Tags: