Istri Gubernur Sumut Akui Beri Uang Kepada OC Kaligis
Berita

Istri Gubernur Sumut Akui Beri Uang Kepada OC Kaligis

Uang tersebut merupakan jasa lawyer sebesar Rp50 juta.

ANT
Bacaan 2 Menit
Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Senin (27/7). Foto: RES
Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho dan istrinya, Evi Susanti usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Senin (27/7). Foto: RES

Evi Susanti, istri dari Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho mengakui telah memberi uang kepada pengacara senior Otto Cornelis Kaligis. Uang tersebut merupakan pembayaran jasa pengacara yang berasal dari uang pribadinya sendiri. Uang yang diberikan ke OC Kaligis sebesar Rp50 juta.

"Yang diberikan kepada OC Kaligis hanya seputar fee lawyer. Anggarannya kami pribadi dan tidak besar, yaitu sekitar Rp50 juta," kata Evi dalam konferensi pers di Hotel JS Luwansa Jakarta, Selasa (28/7) dini hari.

Evi menyampaikan hal tersebut didampingi suaminya, Gatot Pujo Nugroho, usai diperiksa oleh KPK selama sekitar 13 jam dalam kasus dugaan tindak pidana korupsi suap majelis hakim dan panitera Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan. "Jadi, saya pertama kali kenal OC Kaligis 14 tahun lalu," tambah Evi.

Atas dasar itu,Evi sudah lebih dahulu kenal OC Kaligis sebelum mengenal Gatot yang dikenalnya pada tahun 2009 saat menjabat sebagai Wakil Gubernur Sumatera Utara. Menurutnya, OC Kaligis sendiri merupakan pengacara keluarga Gatot sejak dua tahun terakhir.

"Jadi begini, Pak Kaligis itu lawyer Pak Gatot, sebagai lawyer selaku kepala pemerintahan. Nah, kami mengusulkan kepada Pak Fuad untuk memakai jasa OC Kaligis," jelas Evi.

Gatot mengaku, dirinyalah yang mengusulkan agar Kepala Biro Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Utara Ahmad Fuad Lubis menggunakan jasa pengacara OC Kaligis untuk membantu dirinya yang dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung RI terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012-2014.

"Staf saya kabiro keuangan dipanggil pihak kejati dan kejagung, beliau melaporkan panggilan itu kepada saya. Saya katakan penuhi panggilan itu untuk didampingi pengacara, karena OC Kaligis pengacara saya, saya sarankan ke OC Kaligis," ungkap Gatot.

Namun, setelah menyarankan untuk memakai jasa kantor pengacara OC Kaligis, Gatot mengaku tidak tahu kelanjutkan proses hukum tersebut. "Setelah itu, saya tidak tahu. Ternyata yang terjadi adalah rencana berlanjut ke PTUN," tambah Gatot.

Padahal, kata Gatot, Evi pernah menyarankan agar perkara Fuad tersebut tidak usah dilanjutkan ke PTUN Medan. "Nah, pernah saya dan istri saya di Jakarta saat itu istri saya justru mengingatkan kepada OC Kaligis bahwa tidak usah dilanjutkan ke PTUN," jelas Gatot.

Namun, meski tidak berniat kasus dilanjutkan ke PTUN, Evi mengaku kerap berkomunikasi dengan anak buah OC Kaligis yang juga menjadi tersangka KPK, M Yagari Bhastara alias Gerry. "Hubungan saya dengan Gerry hanya untuk me-remind soal jadwal sidang apakah sidang berjalan atau tidak, ditunda atau tidak. Nah, rekaman sadapan itu diperdengarkan di pemeriksaan," kata Evi.

Perkara ini dimulai ketika Fuad dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan Kejaksaan Agung RI terkait dengan perkara korupsi dana bantuan sosial Provinsi Sumatera Utara pada tahun 2012-2014. Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan oleh dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad pun menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, PTUN yang berhak menilai apakah aparat sipil negara melakukan penyalahgunaan wewenang atau tidak. Dalam putusannya pada tanggal 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri atas Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun, pada tanggal 9 Juli 2015, KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan Gerry serta mendapati uang AS$5.000 di kantor Tripeni. Belakangan, KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya, diketahui juga bahwa uang tersebut bukan pemberian pertama karena Gary sudah memberikan uang AS$10.000 dan Sing$5.000. Menurut pengacara sekaligus paman Gary, Haeruddin Massaro, uang tersebut berasal dari Kaligis yang diberikan kepada Dermawan Ginting pada tanggal 5 Juli 2015. Atas rangkaian tersebut, KPK langsung menetapkan tiga hakim dan panitera PTUN Medan sebagai penerima suap serta Gerry dan OC Kaligis sebagai pemberi suap.

Tags:

Berita Terkait