Termination Clause Sudah Lazim Diatur dalam Kontrak Bisnis
Berita

Termination Clause Sudah Lazim Diatur dalam Kontrak Bisnis

Konsep dan praktik bisnis internasional sudah mengakui dan mengakomodir klausul-klausul pengakhiran kontrak, termasuk yang dilakukan secara sepihak. Jika ada pihak yang tidak terima, wewenang penilaian ada di tangan hakim.

Mys
Bacaan 2 Menit

 

Pengakhiran kontrak secara sepihak karena alasan wanprestasi dapat dibenarkan asalkan pihak lain tidak mempersoalkan. Dalam praktik, pengakhiran kontrak secara sepihak acapkali dipermasalahkan pihak lain ke jalur hukum.

 

Dalam sidang dipimpin hakim Edward Pattinasarani itu, ahli banyak ditanya tentang kapan terjadinya wanprestasi. Jika salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban tepat waktu, hal itu bisa dianggap wanprestasi. Asalkan masalah waktu sangat esensial sifatnya. Menurut ahli, wanprestasi terjadi karena kontraktan tidak berprestasi, berprestasi tetapi salah, atau terlambat berprestasi.

 

Ahli membedakan kontrak ke dalam fase pembentukan dan fase implementasi. Jika yang terjadi di lapangan adalah tidak terpenuhinya syarat-syarat subjektif pembentukan kontrak sebagaimana diatur pasal 1320 KUH Perdata, maka yang bisa dilakukan adalah gugatan pembatalan kontrak. Bisa berupa pembatalan terhadap kontrak secara keseluruhan, atau satu, atau beberapa klausula saja, ujar ahli yang mengambil spesialisasi di bidang hukum kontrak dan hukum pengadaan barang/jasa tersebut.

 

Lewat putusan hakim

Ditanya Rico Pandeirot, pengacara Saptasarana, tentang keseimbangan kontrak dan alasan logis pengakhiran suatu kontrak, Sonar Simamora menegaskan harus dilihat kembali kontrak yang diteken kedua belah pihak. Kalau ada perubahan kontrak lewat addendum, dan kedua belah pihak sepakat, maka perubahan itu mengikat.

 

Menurut Sonar Simamora, sah-sah saja salah satu pihak menjadikan alasan wanprestasi sebagai dasar pengakhiran kontrak. Apalagi jika alasan itu dibenarkan dalam termination clause yang sudah disepakati bersama kedua pihak. Malah, Sonar menunjuk ketentuan pasal 1266 KUH Perdata yang menegaskan bahwa syarat putus –disebut juga syarat batal-- harus dianggap selalu dicantumkan dalam kontrak timbal balik manakala salah satu pihak tidak memenuhi kewajiban. Dalam hal yang demikian maka kontrak tidak batal demi hukum, tapi harus dimintakan kepada hakim.

 

Pasal 1266 KUH Perdata, menurut ahli, menjadi dasar bahwa hakimlah yang menentukan apakah telah terjadi wanprestasi atau tidak dalam suatu kontrak. Sebenarnya, pengakhiran kontrak sepihak karena wanprestasi tidak menjadi masalah kalau pihak lain juga menerima keputusan itu. Tetapi kalau salah satu pihak menolak ditusuh wanprestasi, maka para pihak sebaiknya menyerahkan keputusan kepada hakim untuk menilai ada tidaknya wanprestasi. Jika hakim menyatakan perbuatan wanprestasi terbukti dan sah, maka ingkar janji itu dihitung sejak salah salah satu pihak mengakhiri perjanjian. 

 

Dalam persidangan sebelumnya, ahli Ridwan Khairandy juga menyatakan bahwa pengakhiran kontrak secara sepihak sebaiknya diputuskan lewat pengadilan. Sidang akan dilanjutkan dua pekan mendatang dengan agenda kesimpulan.

Tags: