Iuran Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan Perlu Naik Menjadi 5 Persen
Berita

Iuran Jaminan Pensiun BPJS Ketenagakerjaan Perlu Naik Menjadi 5 Persen

Tanpa kenaikan iuran, kecukupan dana program jaminan pensiun (JP) terancam tak mampu membayar manfaat peserta.

Oleh:
Ady Thea DA
Bacaan 2 Menit
Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES
Kantor BPJS Ketenagakerjaan. Foto: RES

Pelaksanaan 5 program jaminan sosial yang dielenggarakan melalui BPJS menghadapi banyak tantangan, salah satunya terkait kecukupan dana yang dikelola untuk memberikan manfaat kepada peserta sesuai amanat peraturan perundang-undangan. Selama ini publik ramai menyoroti defisit yang dialami BPJS Kesehatan dalam mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).

 

Ternyata saudara kembar BPJS Kesehatan, yaitu BPJS Ketenagakerjaan juga berpotensi menghadapi masalah hampir serupa khususnya untuk program Jaminan Pensiun (JP). Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Bambang Purwoko, menghitung iuran JP sebesar 3 persen tergolong rendah. Sebelum program JP bergulir 1 Juli 2015, DJSN sudah mengusulkan besaran iuran JP paling rendah 8 persen. Kemudian secara bertahap dinaikan menjadi 15 persen sebagaimana rekomendasi ILO.

 

Selaras itu Bambang mengingatkan dalam rapat tripartit di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian sekitar tahun 2015 sebelum program JP digulirkan, ada kesepakatan besaran iuran JP akan diubah setiap 3 tahun. Untuk tahun 2018 menjadi 5 persen, tahun 2021 menjadi 7 persen dan 9 persen tahun 2024.

 

“Kami mengusulkan kenaikan iuran JP menjadi 8 persen, dengan catatan besarannya terus naik dalam beberapa tahun ke depan sampai 15 persen,” kata Bambang dalam acara diskusi di Jakarta, Selasa (31/7).

 

Menurut Bambang, 40 tahun sejak program JP berjalan, BPJS Ketenagakerjaan tidak bisa lagi menempatkan dana JP dalam instrumen investasi karena peserta sudah mulai masuk usia pensiun. Sehingga dana tersebut harus disiapkan untuk membayar manfaat peserta. Selaras itu pemerintah harus menyiapkan dana kontijensi ketika penerimaan iuran diproyeksikan tidak bisa lagi ditempatkan untuk investasi.

 

Baca:

 

Anggota DJSN lainnya, Ahmad Ansyori, menegaskan sudah saatnya pemerintah menaikan besaran iuran JP. Mengacu PP No.45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program JP, besaran iuran dievaluasi paling singkat 3 tahun. Hasil evaluasi itu digunakan untuk penyesuaian kenaikan besaran iuran secara bertahap menuju 8 persen. Walau begitu, Ansyori menekankan agar kenaikan besaran iuran jangan terlalu rendah, minimal naik 2 atau 3 persen. “Jika naik 2 persen berarti iurannya menjadi 5 persen, kalau naik 3 persen maka iuran menjadi 6 persen,” paparnya.

Tags:

Berita Terkait