Yin Yang dan Arah Penyelesaian Sengketa Internasional
Berita

Yin Yang dan Arah Penyelesaian Sengketa Internasional

Sengketa ‘berjasa’ kembangkan hukum internasional.

Oleh:
HOT (HOLE)
Bacaan 2 Menit
<i>Yin Yang</i> dan Arah Penyelesaian Sengketa Internasional
Hukumonline

Kata “sengketa” ternyata memiliki makna negatif sekaligus positif bagi hukum internasional. Di satu sisi, sengketa dinilai berjasa dalam mengembangkan hukum internasional. Namun di sisi lain, sengketa khususnya yang jalur penyelesaiannya melalui kekerasan atau kekuatan militer sangat ingin dihindari oleh masyarakat internasional.

Guru Besar Hukum Internasional Universitas Padjajaran, Huala Adolf mengatakan sengketa adalah bagian penting dari hukum internasional. Pasalnya, hukum internasional justru bisa berkembang berkat adanya sengketa.

“Perjanjian Westphalia, yang merupakan tonggak hukum internasional modern, lahir karena sengketa saat Perang 30 Tahun di Eropa. Piagam PBB, yang merupakan ‘konstitusi’ hukum internasional, juga lahir karena sengketa Perang Dunia II,” ujar Adolf dalam acara Konferensi Hukum Internasional di Universitas Padjadjaran, Bandung, Jumat (27/9).

Uniknya, Piagam PBB yang lahir dari peristiwa militer justru memuat pesan agar sengketa internasional antar negara tidak lagi diselesaikan dengan kekerasan atau kekuatan militer. Pasal 33 Piagam PBB sendiri menegaskan beberapa cara ‘damai’ yang bisa ditempuh negara-negara yang bersengketa, seperti negosiasi, mediasi, arbitrasi, hingga ke pengadilan.

Norma yang tercantum dalam Pasal 33 Piagam PBB ini juga ditegaskan dalam beberapa dokumen hukum internasional lain, seperti The Ten Principles of Bandung, yang lebih dikenal dengan nama Dasasila Bandung 1955. Hal sama juga terkandung dalam The Manila Declaration on the Peaceful Settlement of International Dispute, yang lebih dikenal dengan nama Manila Declaration 1982.

Semangat penyelesaian sengketa damai yang digaungkan Piagam PBB dan sejumlah instrumen hukum internasional kemudian muncul juga di regional Asia Tenggara. ASEAN tercatat sudah memiliki mekanisme penyelesaian sengketa tersendiri bernama ASEAN High Council. Namun, Adolf mekanisme itu belum efektif.

Kurang efektifnya lembaga ini, menurut Adolf, disebabkan karena di ‘ASEAN Spirit’ yang selalu diagung-agungkan dalam penyelesaian sengketa di ASEAN, seperti konsensus dan unity in diversity. Tak hanya itu, negara-negara ASEAN juga cenderung enggan untuk menggunakan mekanisme ini. “Entah karena tidak percaya, atau karena ada alasan lain,” ujar Adolf.

Tags:

Berita Terkait